JEMBER – IndonesiaPos
Mendekati pemilihan bupati dan wakil bupati Jember 2024-2029 kondisi Jember semakin “panas”. Sejumlah langkah diambil untuk kepentingan yang mengatas namakan rakyat. Meski akhirnya menimbulkan perbedaan sudut pandang.
Sebelumnya sekda Jember, Hadi Sasmita dalam pernyataannya ke media menjelaskan, program pemkab Jember berbasis masyarakat dihentikan sementara dimasa pilkada dan telah memanggil sejumlah OPD terkait untuk segera menghentikan bansos kepada masyarakat.
Sementara itu Aliansi Masyarakat Cinta Jember (AMCJ) salah satu elemen pendukung Paslon 02 mendesak pjs.Bupati Jember dan sekda Jember untuk tidak mencairkan bansos baik Bantuan langsung Tunai (BLT), beasiswa , maupun bantuan guru ngaji. hal ini disampaikan. Ketua AMCJ, Kustiono .
Dalam pers rilisnya, pada poin 1, Koordinator Aliansi Masyarakat Cinta Jember (AMCJ) Kustiono Musri menegaskan permintaannya untuk menyelamatkan uang rakyat dari syahwat mempertahankan kekuasaan dengan menjadikan APBD sebagai modal pemenangan incumben dalam Pilkada Jember 2024, dengan cara menunda pemberian bantuan sosial, baik tunai maupun non tunai, bea siswa pelajar, pencairan honor guru ngaji, pemberian bantuan peralatan kerja, rehabilitasi tempat ibadah, dan semua belanja barang untuk diberikan kepada masyarakat, setelah pelaksanaan Pilkada tanggal 27 Nopember 2024.
Lewat rekaman suaranya yang dibagikan ke media dirinya menjelaskan saat ditanya tentang upaya Pemkab Jember membekukan anggaran bansos itu, Kustiono menegaskan dukungannya terhadap sikap Sekdakab Jember.
“Kita mengapresiasi sikap sekda seperti itu, yang seharusnya tanpa desakan dari siapapun wujud netralitas ASN itu diwujudkan dengan sikap kebijakan seperti itu,” katanya.
Harusnya, kata Kustiono sudah dilakukan oleh Pemkab Jember sejak dari awal menyusun anggaran, bukan karena adanya PJs Bupati Jember, atau desakan dari pihak manapun.
“Prinsip dasar di ASN, undang undang juga mengatur, 6 bulan sebelum Pilkada tidak boleh ada mutasi, dan sebagainya, itu demi menjaga netralitas ASN,” ujarnya.
Dalam hal anggaran, menurut Kustiono rawan dipolitisasi dan dimanipulasi untuk kepentingan petahana.
“Maka dengan kebijakan sekda Jember, kami mengapresiasi, wong memang itu yang kami inginkan,” tegasnya.
Pihaknya akan tetap mendesak agar Pansus Pilkada tetap berjalan, agar kebijakan Sekdakab Jember itu dapat diawasi oleh DPRD Kabupaten Jember.
“Siapa yang bisa mengawasi kebijakan sekda itu tidak dilanggar, yang punya kewenangan kan DPRD,” ujarnya.
Menurut Kustiono sulit mempercayai ASN untuk tetap netral. “Intinya kami mengapresiasi kebijakan sekda Jember untuk menunda realisasi bansos hingga selesai Pilkada,” katanya.
Kustiono mempertanyakan alasan rencana pencairan anggaran bansos dilakukan menjelang Pilkada.
“Selama ini ASN kemana saja, yang kita tahu anggaran sudah di dok sebelum tahapan Pilkada kan,” katanya.
Gerakan AMCJ, kata Kustiono bukan berarti hendak menghambat rakyat untuk menerima hak haknya.
“Tetapi kita tidak ingin guru ngaji dikapitalisasi untuk kepentingan Pilkada dan politik,” tegasnya.
Justru, ingin mengangkat harkat dan martabatnya guru ngaji untuk menerima haknya secara benar.
“Dukung siapapun, honor guru ngaji itu kan haknya guru ngaji, Karen itu uang rakyat yang didok oleh DPRD bersama sama (eksekutif),” katanya.
Berbeda dengan Kustiono, Widarto wakil ketua DPRD dari PDI Perjuangan menyampaikan, bahwa PDI Perjuangan ada digaris terdepan untuk membantu masyarakat.
“Karena program bansos itu telah disetujui oleh Pemkab Jember, bersama dengan DPRD Kabupaten Jember, yang mewujud dalam APBD 2024. Maka bansos sudah sepatutnya dicairkan,”terangnya.
Lebih lanjut menurut Widarto, bahwa jika dalam pelaksanaannya tidak ingin digunakan untuk kampanye, dirinya meminta semua pihak untuk mengawasinya. ” Monggo Saja. Silahkan semua aparat, semua yang punya kewenangan untuk mengawasi. Harus mengawasinya,” katanya.
Tetapi kalau menghentikan agar anggaran Bansos tidak dicairkan, hanya gara gara Pilkada, maka itu merupakan upaya pendoliman terhadap rakyat, menghambat hak hak rakyat.
“Apalagi itu kalau dilakukan oleh ASN, berarti dia melanggar sumpah janjinya, karena memang sumpah janjinya ASN harus menjadi pelayan kepada rakyat,” tegasnya.
Jika mengatasnamakan netralitas, dengan menghambat program pemerintah, yang sudah terjadwal sebelumnya, maka tindakannya sebenarnya juga tidak netral.
“Kami pikir, tindakannya yang mengatasnamakan netralitas, tetapi sejatinya justru menunjukkan ketidak netralannya,” tegasnya.
Karena dengan tidak menjalankan program yang sudah disepakati pada setahun sebelumnya, Widarto malah mencurigai tindakan itu malah untuk kepentingan Paslon tertentu.
“Apalagi Bupati (Hendy Siswanto) hari ini sudah cuti, maka sejatinya tidak perlu ada yang ditakutkan. Kalau ada ASN yang ditakutkan akan menggunakan untuk kampanye silahkan diawasi,” katanya.
Terlebih, jika alasannya hanya karena Pilkada, maka tindakannya itu justru telah merugikan rakyat.
“Padahal Pilkada itu untuk kepentingan siapa, apakah untuk paslon, apakah untuk tim sukses atau untuk kepentingan rakyat Jember,” katanya.
Padahal, anggaran bansos itu dibuat untuk kepentingan rakyat, contoh Insentif Guru Ngaji, Bea Siswa, BLT. Karenanya Widarto justru mempertanyakan urgensi Pilkada, jika hanya akan menyengsarakan rakyat.
Widarto meminta untuk menyebarkan kepada seluruh masyarakat Jember, bahwa ada pihak pihak yang tidak senang, rakyat yang membutuhkan, justru dihambat untuk mendapatkan hak haknya.
Padahal, anggaran itu sudah jauh hari diprogramkan, dan dihambat hanya untuk kepentingan politik Pilkada.
“Agar rakyat tahu, siapa yang sesungguhnya berpikir untuk kepentingan rakyat, dan siapa yang hanya berpikir untuk kepentingan politik praktis,” tandasnya.
Mereka yang tidak senang dengan insentif guru ngaji, akan berhadapan dengan guru ngaji, mereka yang tidak senang adanya beasiswa, akan berhadapan dengan mahasiswa, begitu juga dengan BLT.
“Dan kami tegaskan, PDI Perjuangan akan berada di garda terdepan membela kepentingan rakyat Jember,” tegasnya.(kik)