IndonesiaPos
Mengatur sebuah Kerajaan dijaman modern ini serperti makan di tempat umum. Para abdi Kerjaan dituntut bersikap ilegan. Namun, badai cenderung mengubah mereka karena merasa tersaingi hingga terjadilah pertengkaran.
Runtuhnya sebuah kerajaan hingga mengakibatkan krisis pengungsi, karena banyaknya tuduhan hingga terjadi perpecahan, semuanya terjadi di atas ketakutan dari sebuah kematian.
Sementara sang mahapatih sangat lihai memainkan perannya dan memanfaatkan kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa “aku bisa”. Namun, meski berada di tengah badai permusuhan yang muncul dari sekelompok paduan suara.
Dalam keterbatasan berpikir, kelompok paduan suara ini telah berhasil melakukan sedikit hal yang mampu menopang ambisinya sebagai jongos yang pada akhirnya para pemimpin menendang masalah di ujung jalan.
Langkah itu mungkin cocok, atau setidaknya dapat dibenarkan, ketika nasibnya dipertaruhkan. Sehingga sang mahapatih harus berhadapan dengan kematian, karena mereka sangat terikat dalam pergolakan.
Pertanyaannya, apakah malapetaka dapat menemukan persatuan ketika dibutuhkan sebuah identitas yang dapat menentukan nasibnya?. Maski ada kelompok, komunitas atau sekutunya datang untuk melindungi dirinya.
Sementara kepemimpinan sang mahapatih tidak lebih hanya sebagai pelangkap yang pada akhirnya dapat ditaklukkan oleh sebuah sistem yang tidak bisa rubah. Mereka hanya menunggu waktu dilorong kematian.
Ditulis oleh : NN Pemerhati Kebijakan Publik