<

Satpol PP Sumenep Hanya Bertaring Pada PKL. Ada Apa?

SUMENEP, IndonesiaPos

Pedagang kaki lima (PKL) dilarang menempati, membangun Kios disepanjang Trotoar  di jalan Salam (jalan Protokol) untuk menjual dagangannya, karena menganggu terhadap pemakai (pengguna) jalan. Saat ini menuai polemik bagi pemilik warung. Senin, (23/03/2020).

Pemilik warung di jl. KH. Sajad kelurahan Bangselok, Sumenep Madura Ibu Wati menyampaikan, “kaula Olle sorat dhari Satpol-PP, Barung neka kodhu bungkar polana badha panilayan Adipura, ca’epon (warung ini harus di bongkar karena ada penilaian Adipura, katanya) dengan dialeg bahasa Madura.

Saat Jurnalis IndonesiaPos bertanya pada Pemilik Warung,:

Menorot penjennengngan kadhiponapa, manabi barung paneka ebungkar sareng satpol PP? (Menurut panjenengan bagaiamana apabila warung ini dibongkar oleh satpol PP)?

Jawaban pemilik warung :

“Kauala tak poron, polana aneka somber pangorebanna badhan kaula, pak. Kaula masakola anak sampe’ a sakola tenggi hasella dhari ajualan neka. (saya tidak mau karena ini adalah sumber penghasilan saya, pak. Saya nyekolahkan anak sampai perguruan tinggi saribhasil jualan ini).

Peristiwa tersebut ditanggapi oleh Syaiful Bahri, SH,  ini sangat ironis sekali, ketika apa yang akan dilakukan penertiban Oleh Satpol PP pemerintah Sumenep. Sedangkan pemilik warung merasa keberatan karena dengan alasan ada penilaian ADIPURA.

“Seharusnya,  penertiban pedagang kaki lima, apabila merujuk pada peraturan daerah nomor 03 tahun 2002 tentang ketertiban umum, BAB II, Kebersihan dan Keindahan, pelaksanaan penertiban PKL tersebut tidak harus tebang pilih, dimana hal tersebut diberlakukan  pada semua pedagang kali lima yang keberadaannya sama-sama mengganggu ketertiban dan keindahan lingkungan,”tuturnya pada IndonesiaPos.

Kata dia dengan nada bertanya, Apakah tugas Satpol PP hanya menggusur pedagang kaki lima? Dan mengapa tidak berani menggusur yang lainnya?.  “Padahal  fungsi sebagai penegak Perda,  Satpol PP harus menindak para  pengusaha yang sudah jelas tidak mengantongi ijin (tambak udang illegal) karena ini sudah benar-benar menentang Perda (Peraturan Daerah),”ujar Syaful Bahri.

Menurut penikmat kopi warung pinggir jalan, Bambang, menyampaikan penertiban itu boleh, akan tetapi tidak seharusnya dikala ada penilaian. Sebelumnya pemberlakuan tersebut oleh Pemerintah Sumenep harus memberikan tempat untuk berjualan.

“Ini telah berdampak pada penikmat kopi pinggir jalan, dan akan menyengsarakan para pedagang kaki lima. Lalu, kemanakah mereka untuk mengais rejeki selanjutnya,”terang Bambang.(Rid)

BERITA TERKINI