<

Sekjen PBB Ungkap Kebebasan Pers Tengah Diserang

JAKARTA, IndonesiaPos – Sekjen PBB Antonio Guterres mengunkapkan kebebasan pers tengah diserang di setiap penjuru dunia. Mereka menargetkan jurnalis dan penyebaran diinformasi.

“Semua kebebasan kita tergantung pada kebebasan pers. Pers sebagai pondasi demokrasi dan keadilan, darah kehidupan hak asasi manusia,” ujar Guterres dalam pesan video.

“Tetapi di setiap sudut dunia, kebebasan pers sedang diserang.

Sekjen PBB itu tidak menyebut nama jurnalis yang dipenjara atau menyalahkan negara. Namun sejumlah pembicara lain dalam konferensi yang dilangsungkan di Markas PBB di New York itu menyoriti kays reporter Wall Street Journal Evan Gershkovich yang ditahan Rusia atas tuduhan spionase.

“Perjuangan untuk kebebasan pers, perjuangan untuk membebaskan Evan adalah perjuangan untuk kebebasan semua orang,” ujar penerbit Wall Steet Journal Almar Latour.

Ancaman kekebasan pers juga mengancam nyawa mereka yang berjibaku dalam profesi ini. “Saya datang dari Iran, dimana menjadi jurnalis adalah kejahatan (dan) dapat membuatmu dipenjara, dibunuh, atau disiksa,” ujar Alinejad, jurnalis Iran-Amerika yang tinggal dipengasingan.

BACA JUGA :

Berdasarkan data Reporters Without Borders, sebanyak 55 jurnalis dan empet pekerja media tewas saat menjalani tugas sepanjang 2022.

“Kebenaran terancam disinformasi dan ucapan kebencian, mengaburkan batas antara fakta dan fiksi, antara sains dan konspirasi,” kata guterres.

Kata dia, Jurnalis secara rutin dilecehkan, diintimidasi, ditahan, dan dipenjara.

Senada, disampaikan pimpinan UNESCO Audrey Azoulay mengatakan era digital mengubah lanscap informasin. Menjadikan jurnalisme profesional, bebas, independen lebih diperlukan dibandingkan masa lalu.

Azoulay juga mengungkapkan pelecehan dan intimidasi terhadap jurnalis tidak bisa diterima.

“Kami menemukan diri kami di persinganan. Jalan kita saat ini menjauhkan kita dari debat publik yang terindormasi. Jalan menuju polarisasi yang besar,”katanya,

Sedangkan Penerbit New York Times AG Sulzberger mengatakan banyak hal yang menancam jurnalis dan kebebasan informasi. “Internet juga melepaskan longsoran misinfomrasi, propaganda, pakar, dan clickbait yang membajiri ekosistem informasi. Kondisi itu mempercepat penurunan kepercayaan masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard, mengatakan penyensoran menjadi posisi default banyak pemerintah dalam hal mengontrol pengetahuan masyarakat mereka.

 

BERITA TERKINI