JEMBER, IndonesiaPos – Persoalan pembayaran tarif PJU oleh pihak Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Perumahan Rakyat( DPU CKPR) kabupaten Jember kepada PLN sebesar Rp.3,7 M yang dianggap membebani anggaran Daerah hingga kini masih belum menemukan titik temu.
Pihak DPU CKPR sendiri sudah berkali- kali meminta kepada PLN untuk meninjau kembali besaran Beban PJU melalui surat dinas mulai tahun 2022 lalu hingga kini belum juga mendapat respon dari PLN.
Kepala dinas DPU CKPR, Rahmananda sebelumnya saat dikonfirmasi Indonesiapos beberapa waktu lalu mengungkapkan, Pasca pergantian ribuan titik PJU sekabupaten Jember dari jenis Mercuri ke jenis LED sebagai upaya efisiensi pembayaran PJU perbulannya ternyata tidak sesuai harapan. Pasalnya meski sudah ada pengurangan voltase dari jenis Meskuri ke LED dengan estimasi penurunan daya hingga 75% namun beban PJU yang harus ditanggung pemkab Jember tidak mengalami perubahan.
” Sebelumnya, beban PJU yang kita bayarkan sebelum ada pergantian titik lampu PJU sebesar kurang lebih Rp.3,7 M perbulan. Setelah ada efisiensi daya PJU beban yang kita bayarkan tetap sama kisaran Rp.3,7 hingga Rp.3,9 M,”terangnya.
Hal ini yang sempat ditanyakan pihak DPU CKPR kepada PLN. Jawaban dari PLN sendiri menurut Rahmananda, dalam penghitungan besaran daya PJU pihak PLN menggunakan 2 metodi yakni meterisasi dan taksasi.
” Untuk meterisasi sudah jelas, berapa besaran daya PJU yang harus dibayar sudah tertera dalam box meterisasi. Namun untuk yang menggunakan metode taksasi ini yang kami masih bingung,” ujarnya.
BACA JUGA :
- Polisi Dan Perhutani Ungkap Pencurian Kayu Sono Keling
- 26 Anggota Polri Dikirim ke Turki dan Suriah Untuk Misi Kemanusiaan
- Pers Yang Bermartabat, Kembalikan Kepercayaan Publik Kepada Institusi Pemberitaan
Karena dalam metode taksasi ini hanya berdasarkan perkiraan saja berapa daya yang harus dibayar pihak DPU CKPR.
Menyikapi persoalan tersebut, ketua Komisi A DPRD Jember, Tabroni saat dikonfirmasi media pada Jumat (10/3/2023) menjelaskan, program pergantian lampu PJU untuk jangka panjangnya sudah bagus karena bisa menghemat tagihan PJU perbulannya yang menggunakan anggaran APBD.
” Saya sepakat dengan efisiensi tersebut, namun yang menjadi persoalan adalah mengapa pembayaran perbulannya tetap sama,”katanya.
Lebih lanjut Menurut Tabroni, ia mendapat informasi bahwa benang kusutnya pada metode perhitungan beban PJU menggunakan Taksasi atau perkiraan. “Kalau sistem perhitungannya menggunakan perkiraan maka ini yang akan berpotensi masalah, bagaimana cara menghitungnya. Karena ini menyangkut uang negara. Seharusnya kedua belah pihak duduk bersama lagi untuk menyelesaikan persoalan ini,”pungkasnya.
Hingga berita ini diunggah belum ada statment resmi dari PLN. Media kesulitan mendapatkan informasi terkait siapa pihak yang berkompeten memberi tanggapan atas persoalan ini.(Kik)