SURABAYA – IndonesiaPos
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur berharap pemerintah provinsi setempat menyiapkan langkah salah satunya dengan mengalokasikan anggaran untuk menyelesaikan persoalan sengketa lahan bagi Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang ada di wilayah itu.
“Kami mendorong supaya di PAK (Perubahan Anggaran Keuangan APBD 2025) bisa dianggarkan, karena tidak dianggarkan di APBD murni,” kata Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Sri Untari Bisowarno, saat dihubungi di Surabaya, Selasa.
Menurutnya, DPRD sebenarnya telah meminta alokasi anggaran untuk menyelesaikan sengketa lahan pada sejumlah sekolah yang ada di wilayah tersebut, namun saat disahkan, anggaran itu tidak ada di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025.
Ditegaskan, dari ribuan SMA dan SMK yang ada di wilayah Jawa Timur, kurang lebih sebanyak 10 persen yang mengalami persoalan kepemilikan lahan. Persoalan tersebut terjadi di sejumlah wilayah seperti Banyuwangi, Bondowoso, Jember, Lumajang, Pasuruan, Situbondo dan Probolinggo atau wilayah Tapal Kuda dan di wilayah Malang.
“Dari ribuan jumlah SMA dan SMK Negeri di Jatim, ada sekitar 10 persen yang bermasalah. Ada di daerah Tapal Kuda, kemudian ada juga di Malang,” ujarnya.
Ia menambahkan, permasalahan tentang kepemilikan lahan berdampak terhadap berbagai hal, yang dikhawatirkan ke depan akan memengaruhi proses kegiatan belajar mengajar.
Upaya penyelesaian, lanjutnya, salah satunya bisa membuka opsi memanfaatkan lahan atau aset milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang tidak dipergunakan.
“Maka dari itu kita berharap bisa segera diselesaikan,” katanya.
Dirinya mencontohkan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 8 Kota Malang, memiliki sengketa lahan dengan Universitas Negeri Malang (UM)
SMAN 8 Kota Malang menempati lahan milik UM selama 46 tahun. Namun belakangan, pihak universitas berencana tidak memperpanjang perjanjian pinjam pakai lahan tersebut.
“Ini tinggal koordinasi saja dengan UM. Opsi memanfaatkan lahan Pemprov juga mungkin saja, tapi butuh kajian, tidak bisa serta merta,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Hikmah Bafaqih, yang menerima laporan dari Kabupaten Pacitan yang menyatakan ada sekolah berdiri di atas lahan milik pemerintahan desa, dan belum dilepas oleh pemerintah daerah setempat.
Bahkan dari wilayah Madura melaporkan masih ada SMA/SMK yang berdiri di atas lahan milik pribadi.
“Padahal sekolah yang tidak memiliki sertifikat sendiri tidak bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat untuk pengembangan sarana dan prasarana fisik sekolah. Kami berupaya bisa membantu mempercepat sertifikasi lahan SMA/SMK di Jatim,” ujar politisi PKB ini. (Ant)