<

Tim Advokasi Novel Baswedan Desak Polri Ungkap Para Jenderal Yang Terlibat

JAKARTA, IndonesiaPos

Aktivis hak asasi manusia dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati angkat bicara terkait diamankannya dua tersangka penyiram air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Asfina yang merupakan Tim Adokasi Novel Baswedan, memberikan enam tuntutan kepada Polri agar segera pula mengungkap para jenderal yang diduga turut terlibat dalam kasus yang membuat mata kiri Novel rusak.

Kepala Bareskrim Polri, Komjen Sigit Prabowo mengatakan dua tersangka itu berinisial RM dan RB merupakan anggota Polri aktif. Mereka mengamankan dua tersangka, pada Kamis (26/12/2019) malam.

“Atas ditangkap atau menyerahkan dirinya pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, sikap kami yang pertama menyatakan bahwa dugaan adanya keterlibatan kepolisian dalam kasus ini telah terbukti. Sejak awal jejak jejak keterlibatan anggota Polri dalam kasus ini sangat jelas,” kata Asfina dalam keterang pers di Jakarta, Jumat (27/12/2019).

Dugaan keterlibatan anggota kepolisian itu dijelaskannya terkait penggunaan sepeda motor anggota kepolisian. Kedua, dia menegaskan bahwa kepolisian harus segera mengungkap jenderal dan actor intelektual lain yang terlibat dalam kasus penyiraman, dan tidak berhenti pada para pelaku di lapangan.

“Hasil Tim Gabungan Bentukan Polri dalam temuannya menyatakan serangan kepada Novel berhubungan dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK,” terang Asfina.

Bukan tanpa sebab pula penyerangan itu dilakukan para tersangka saat Novel Baswedan aktif sebagai penyidik KPK. Sebab, kata dia, KPK menangani berbagai kasus besar saat itu, 2017. Kerja KPK juga sesuai Undang-Undang KPK.

“Sehingga, tidak mungkin pelaku hanya berhenti di dua orang ini. Oleh karena itu, perlu penyidikan lebih lanjut hubungan dua orang yang saat ini ditangkap dengan kasus yang ditangani Novel/KPK,” ucap dia.

Selain itu, yang ketiga, dia menyoroti pengungkapan motif pelaku jika mereka menyerahkan diri saat ini. “Apabila benar bukan ditangkap. Dan juga harus dipastikan bahwa yang bersangkutan, bukanlah orang yang “pasang badan” untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar,” tegas dia.

Polri, sebagai penegak hukum harus membuktikan pengakuan yang bersangkutan yaitu para tersngka, sesuai dengan keterangan saksi saksi di lapangan. Hal tersebut diperlukan karena Tim Advokasi Novel Baswedan menduga terdapat beberapa kejanggalan.

Ada tiga kejanggalan, yaitu adanya SP2HP tertanggal 23 Desember 2019 yang menyatakan pelakunya belum diketahui. Kejanggalan kedua, perbedaan berita yaitu kedua polisi tersebut menyerahkan diri atau ditangkap.

“Kejanggalan ketiga, temuan Polisi seolah-olah baru sama sekali. Misal, apakah ornag yang menyerahkan diri mirip dengan sketsa seketsa wajah yang pernah beberapa kali dikeluarkan Polri?,” ungkap dia dengan penuh tanya.

Maka dari itu, guna memastikan para tersangka betul sama dengan berbagai sketsa wajah yang pernah dibuat Polri, dia kembali mendesak kepolisian untuk menjelaskan.

“Polri harus menjelaskan keterkaitan antara sketsa wajah yang pernah dirilis dengan tersangka yang baru saja ditetapkan,” kata dia.

Tuntutan keempat, adalah  mengenai tidak sinkronan informasi dari Polri yang mengatakan belum diketahuinya tersangka dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengatakan akan ada tersangka menunjukkan cara kerja Polri yang tidak terbuka dan profesional dalam kasus ini.

“Korban, keluarga dan masyarakat berhak atas informasi terlebih kasus ini menyita perhatian publik dan menjadi indikator keamanan pembela HAM dan anti korupsi,” sambung dia.

Tuntutan kelima, yaitu agar Polisi juga harus mengusut tuntas teror lainnya yang menimpa pegawai maupun pimpinan KPK periode sebelumnya. Salah satunya, mengenai teror bom di rumah Agus Rahardjo dan Laode M Syarif.

“Tuntutan keenam, Presiden Jokowi perlu memberikan perhatian khusus atas perkembangan teror yang menimpa Novel. Jika ditemukan kejanggalan maka Presiden harus memberikan sanksi tegas kepada Kapolri,” kata Asfinawati.

BERITA TERKINI