<

UNDIP Semarang Jungkir Balik Hadapi Dugaan Kasus Perundungan

SEMARANG – IndonesiaPos

Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Suharnomo merasa kesulitan menghadapi ramainya isu adanya perundungan di perguruan tinggi yang dipimpinnya, sebagai kasus meninggalnya mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip Semarang dokter Aulia Risma Lestari.

“Saya sampai jungkir balik menghadapi masalah dugaan perundungan terjadi di PPDS Undip ini, setelah Kementerian Kesehatan melakukan sejumlah kebijakan terkait dengan Fakultas Kedokteran Undip,” kata Rektor Undip Semarang Suharnomo, Minggu (1/9/2024).

Awalnya kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) Undip Semarang, lanjut Suharnomo, mendapat tanggapan positif di media sosial (medsos), sehingga ratusan ribu ingin masuk ke Undip karena kebijakan kegiatan tersebut zero bullying.

Namun kemudian muncul serangan tuduhan perundungan (bullying) datang bertubi-tubi dari Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (Dirjen Yankes) dengan mengeluarkan surat keputusan menghentikan praktik anestesia PPDS di RSUP Dr Kariadi setelah meninggalnya mahasiswi PPDS Anestesi Undip akibat bunuh dikaitkan dugaan perundungan. “Kami tidak bisa membendung sulit mengatasi tudingan itu,” imbuhnya.

Pada hari pertama beliau meninggal, ujar Suharnomo, Yankes Kementerian Kesehatan mengeluarkan tuduhan bullying yang menyebabkan kematian.

Padahal, kata dia, tuduhan tersebut harusnya dari kepolisian sehingga dampaknya makin melebar hingga sekarang dan Undip dicap sebagai kampus problematik yang penuh perundungan.

Hal ini juga berimbas pada terganggunya praktik koasisten, menurut Suharnomo, karena 100% mahasiswa Kedokteran Undip koas di RSUP Dr Kariadi, sedangkan di RSND Diponegoro tidak ada masalah bahkan di semua RS satelit tidak ada masalah.

Dalam hal ini RSUP Dr Kariadi melakukan praktik operasi 24 jam. Para dokter muda itu berjibaku praktik di luar batas waktu normal.

“Mereka ikut operasi dan sebagainya, sangat exhausted, sangat kelelahan, operasi yang harusnya 1 jam kadang kala bleeding jadi 6 jam. “Dilanjutkan operasi lagi dan itu ada SK Dirut Kariadi, 24 jam operasi,”tambahnya.

Kondisi ini menjadikan dokter residen kecapaikan luar biasa. Namun Kementerian Kesehatan justru memberi cap bullying yang menggiring opini liar masyarakat kepada Undip. Akibatnya, kata dia, Undip yang terkena diminta tidak menyembunyikan. Hal ini membuat bingung menyembunyikan dari apanya dan siapanya.

“Padahal dalam kasus perundungan Undip telah memecat satu mahasiswa PPDS pada 2022 dan dua mahasiswa tahun berikutnya,” pungkasnya.

Jateng-Australia Akan Kerjasama Bidang Energi Terbarukan

BERITA TERKINI