JAKARTA, IndonesiaPos
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen secara year on year (yoy). Namun, secara quarter to quarter (qtq) ekonomi tumbuh positif 5,05 persen dan secara kumulatif terkontraksi 2,03 persen. Meskipun lebih baik, tetapi ekonomi nasional tetap masuk pada jurang resesi.
Analis Binaartha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji menyatakan, upaya pemerintah yang terus mendorong implementasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan belanja anggaran akan mampu menggeliatkan sektor usaha hingga membangkitkan konsumsi rumah tangga setelah Indonesia dipastikan resesi.
“Segala kebijakan tersebut bakal semakin terasa dampaknya jika turut dibarengi dengan implementasi Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah diundangkan pada UU Nomor 11 Tahun 2020,” kata Nafan, Senin (9/11/2020).
“Mudah-mudahan saja dengan dikombinasikan dengan adanya implementasi dari Omnibus Law secara efektif,” tuturnya.
Nafan mengatakan, kehadiran UU Cipta Kerja ini pada awalnya telah memberikan dampak positif bagi citra Indonesia di mata para pelaku investor.
Dia mengungkapkan, harmonisasi kebijakan yang dituangkan dalam UU Nomor 11/2020 ini memang bertujuan untuk tidak menghambat kegiatan investasi di Tanah Air.
“Kalau menurut saya investor juga akan mengapresiasi, dan mereka juga akan mengerti negara kita aman untuk investasi. Tapi juga di sisi lain lebih penting dilaksanakan,” terangnya.
Dengan masuknya investasi, Nafan menganggap itu bakal menimbulkan efek berganda pada berbagai kegiatan ekonomi, khususnya penciptaan lapangan kerja. Oleh karenanya, ia berkesimpulan UU Cipta Kerja dapat menjaga keberlanjutan ekonomi nasional di masa depan.
“Saya sih berharap investor bisa cepat masuk ke Indonesia. Jadi kalau investor bisa masuk, menurut saya ini pasti akan berdampak positif pada menciptakan lapangan kerja baru. Ini sangat penting dalam rangka meningkatkan sustainability perekonomian Indonesia,” pungkasnya.