<

WALHI Jatim Desak Pemerintah Segera Tuntaskan Pencemaran Batubara di Perairan Masalembu

SURABAYA, IndonesiaPos – Kapal Ponton Woodman 37, yang memuat batubara tumpah, hingga mengakibatkan perairan Masalembu Kabupaten Sumene tercemar. Minggu, (24/4/2022).

Warga setempat yang telah berhasil mengumpulkan bukti berupa foto, menyatakan, batubara yang tenggelam ke laut mengakibatkan warna air laut berubah menjadi hitam pekat. Sehingga, ikan menjauh dari wilayah perairan yang terpapar tersebut. Dampaknya, nelayan tradisional tidak bisa mencari ikan.

“Jika dampak tumpahan tersebut tidak segera diatasi, maka akan meningkatkan resiko kerusakan ekosistem, terutama ancaman pada keberlanjutan terumbu karang yang menjadi penanda penting keseimbangan ekosistem perairan,” ungkap Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur, Wahyu Eka Styawan.

WALHI Jawa Timur bersama warga telah melakukan pelaporan tentang tumpahan batu bara ini ke sejumlah pihak terkait, yaitu: Penegkan Hukum (Gakkum) Jabal Nusra, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Timur, dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Timur, pada bulan Maret 2022.

Laporan ini baru mendapatkan respons pada bulan April 2022. Jawabannya menyebut Dinas Lingkungan Hidup Provinsi jawa Timur sedang melakukan koordinasi dan upaya lanjutan dengan berbagai pihak terkait. Sebelumnya, petugas Satuan Pengawas SDKP Jawa Timur telah datang ke Pulau Masalembu pada 28 Maret 2022 untuk bertemu dengan dengan masyarakat dan melakukan assessment terkait dugaan pencemaran.

Wahyu menyayangkan respons yang sangat lambat dan tidak ada keterbukaan ke publik mengenai persoalan ini. Hal ini akan jadi preseden buruk bagi penegakkan hukum lingkungan karena berlarut-larutnya penyelesaian kasus dan upaya rehabilitasi.

Sanksi terhadap Pelaku Pencemaran

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI, Parid Ridwanuddin menegaskan, pihak  pemerintah perlu membuka sumber dan tujuan pengiriman batu bara yang tumpah di perairan Masalembu ini. Pemerintah dinilai perlu segera menindaktegas perusahaan yang terbukti mencemari laut oleh tumpahan batru bara.

Tak hanya itu, Parid mendesak pelaku pencemaran diberikan sanksi tegas berdasarkan sejumlah UU sebagai berikut:  Pertama, UU No. 27 Tahun 2007 jo UU 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pasal 35 poin c menyebutkan larangan untuk menggunakan bahan peledak, bahan beracun, dan/atau bahan lain yang merusak  Ekosistem terumbu karang

Selanjutnya, pasal 75 ayat 1 poin a menyebut, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) setiap Orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan menambang terumbu karang, mengambil terumbu karang di Kawasan konservasi, menggunakan bahan peledak dan bahan beracun, dan/atau cara lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem terumbu karang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.

Kedua, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 98 ayat 1 menyebut, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 98 ayat 2 menyebut, Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Lalu, Pasal 103 menyebut, Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Selanjutnya, Pasal 104 menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Desakan kepada Pemerintah, hingga saat ini, penanganan kasus tumpahan batu bara ini mengambang, terhitung sejak bulan Feburari 2022 lalu. Atas dasar itu, WALHI bersama dengan masyarakat Masalembu mendesak supaya pemerintah segera menuntaskan kasus pencemaran akibat tumpahan batu bara yang terjadi di perairan Masalembu ini

Penting untuk segera menegakkan hukum bagi pelaku sekaligus memberikan sanksi pidana sebagai sarana menegakan hukum agar kejadian seperti ini tidak terus terulang di kemudian hari. Selain itu, semua proses serta temuan juga harus disampaikan kepada publik.

Selain itu, WALHI bersama warga Masalembu meminta kepada pihak pemerintah terutama yang memiliki tugas di wilayah lingkungan hidup dan kelautan seperti Kementrian Kelautan dan Perikanan, serta Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta instansi terkait untuk segera melaksanakan sejumlah hal berikut: Segera bertindak untuk mengumumkan hasil temuan dan melakukan tindakan sesegera mungkin untuk mengatasi pencemaran akibat tumpahan batu bara di perairan Masalembu.

Segera melakukan mitigasi dan melokalisir dampak cemaran batubara yang tumpah dan merehabilitasi kawasan yang tercemar untuk dipulihkan.

Melakukan langkah preventif agar kejadian serupa tidak terjadi lagi dan menindak perusahan yang melakukan pencemaran dengan hukuman berat sesuai dengan UU PPLH No 32 Tahun 2009, UU 27 tahun 2007 jo UU 1 Tahun 2014, dan aturan terkait lainnya agar dikemudian hari tidak terjadi kejadian serupa.

Melakukan pengawasan yang ketat kepada perusahaan jasa angkutan untuk lebih memperhatikan keamanan pengangkutan dan standar pencegahan pencemaran lingkungan hidup.

Menetapkan wilayah perairan pulau-pulau kecil sebagai kawasan ekosistem esensial dan kawasan tangkapan nelayan tradisional serta tidak menjadikannya sebagai kawasan industri ekstraktif serta kawasan lintasan untuk kapal-kapal pengangkut batu bara. ( hen )

BERITA TERKINI