<

Rakyat Desak Aparat Hukum Pelanggaran Pemilu Diusut Tuntas

JAKARTA – IndonesiaPos

Satu persatu bentuk kecurangan Pilpres 2024 mulai mencuat ke publik. Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies-Muhaimin (AMIN) menyebut ada 10 pola tindakan curang yang terjadi dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024.

Kemudian, tim pemenangan nasional (TPN) Ganjar-Mahfud menyebut ada rekayasa Pemilu yang sistematis dari hulu ke hilir.

Menanggapi itu, Koordinator Nasional JPPR Nurlia Dian Paramita atau akrab disapa dengan Mita, menyatakan temuan kecurangan baik yang ditemukan oleh peserta pemilu, pemantau pemilu atau masyarakat harus ditindaklanjuti dengan berbagai upaya hukum.

“Di dalam sistem penegakkan hukum pemilu dengan melaporkan kecurangan tersebut kepada Bawaslu dan penegak hukum,” tegas Mita kepada media. Kamis (15/2/2024).

Mita menegaskan, seluruh pihak diharapkan bersama-sama untuk mengawal penegakkan hukum pemilu tersebut sampai tuntas, sehingga dapat memberikan rasa keadilan bagi semua pihak.

“Saya menilai legitimasi hasil pemilu dipertaruhkan jika penetapannya menyisakan residu pelanggaran atau kecurangan pemilu,”tegasnya.

Mita juga menegaskan bahwa ada pelaku pelanggaran semisal pencoblos suara massal harus  dikenai pidana karena sudah masuk kejahatan pemilu.

Mita membeberkan, beberapa aspek pidana pemilu dalam UU 7/17 tentang Pemilu terkait dengan hal tersebut, diantaranya Pasal 516 yang melarang setiap orang memberikan suaranya lebih dari satu kali.

Kemudian, Pasal 533 yang melarang setiap orang mengaku dirinya sebagai orang lain dan memberikan suaranya lebih dari satu kali.

“Sanksi tersebut mengancam bagi setiap orang atau siapapun yang terlibat dalam pencoblosan secara curang tersebut selama memenuhi unsur-unsur sebagaimana dalam Pasal yang dimaksud,”ungkap Mita.

“Tinggal peserta pemilu, pemantau pemilu atau masyarakat melaporkan hal tersebut kepada Bawaslu dan bersama-sama mengawalnya agar penegakkan hukumnya tuntas,” tambahnya.

Selain itu, tindakan-tindakan pencoblosan massal tersebut bisa dinilai sebagai upaya untuk menggagalkan pemungutan suara. Tindakan tersebut juga ada sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 517.

Dalam hal ini, Pasal 517 berlaku jika penegakkan hukumnya progresif serta bisa menjerat aktor intelektualnya dari proses kecurangan yang berdampak pada pemilih tidak dapat menggunakan hak suaranya di TPS saat proses pemungutan suara.

“Faktor penegakkan sanksi tersebut dipengaruhi oleh konsistensi dan penguatan pengawasan yang dilakukan dalam pelaporan dan kultur penegakkan hukum dalam melihat peristiwa hukum yang terjadi sesungguhnya,”tandasnya.

TPN Ganjar-Mahfud Bentuk Tim Bongkar Kecurangan Pilpres

 

 

 

BERITA TERKINI