JAKARTA – IndonesiaPos
Koalisi masyarakat sipil memintadan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengusut dugaan korupsi atas laporan dugaan korupsi Pembelian Pesawat Mirage 2000-5 milik Angkatan Udara (AU) Qatar.
Sebelumnya, beredar kabar di laman Meta Nex yang menyebut Menteri Pertahanan Prabowo tengah disorot oleh Komisi Antikorupsi Uni Eropa karena diduga menerima sejumlah uang hasil pembelian 12 pesawat Mirage 2000-5 dari negara Qatar.
Pesawat bekas tersebut dibeli dan direncanakan akan datang pada 2025. Pada pemberitaan di situs tersebut, terdapat kesepakatan untuk memberikan kick-back sebesar 7% dari total kontrak, yakni sebesar USD 55,4 juta.
Uang tersebut dikabarkan digunakan oleh Prabowo sebagai biaya politik untuk pencalonan dirinya sebagai calon presiden.
Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani yang tergabung dalam koalisi menyarankan agar KPK ikut membangun komunikasi serta kerja sama dengan badan-badan antikorupsi internasional, khususnya dari Uni Eropa (GRECO) untuk mengusut tuntas pembelian Mirage 2000-5.
“KPK harus jadi garda terdepan. Berbagai kasus korupsi yang ditangani KPK bisa berjalan baik dengan kerjasama melibatkan jejaringnya di dunia internasional,” kata Julius di Jakarta, Minggu (11/2/2024).
Selain itu, kata Julius, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga perlu berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mencari informasi dan bukti yang lebih kuat terkait kasus tersebut.
“Ini bukan dugaan korupsi biasa, ini ada kaitannya dengan pemilu, dugannya uang kick back yang didapat jadi modal kontestasi pemilu. Makanya kami tekankan ke Bawaslu. Artinya tidak berhenti di situ (penegakan hukum),”jelasnya.
Sementara itu, aktivis antikorupsi Adnan Topan Husodo merespon pernyataan juru bicara Kementerian Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak yang menyebut kontrak pembelian pesawat tempur Mirage dari Qatar dibatalkan.
Adnan menyebut pernyataan Dahnil belum bisa diakui kebenarannya karena belum ada dokumen pembatalan yang ditunjukan ke publik.
“Kalau sudah kontrak, apalagi kontrak internasional itu tidak bisa semena-mena dibatalkan. Harus ada ganti rugi dalam klausul bisa disebut wanprestasi. Pernyataan itu juga baru lisan. Belum ada pernyataan resmi Kemenhan dan Kementerian Keuangan kalau kontrak itu dibatalkan,”kata mantan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.
Adnan menekankan, batalnya kontrak juga tidak bisa menghilangkan kasus korupsi jika sudah ada janji atau kesepakatan di awal untuk memberikan hasil kick back dalam kontrak tersebut.
Adnan mengacu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Ketika ada indikasi kick back, seperti yang diberitakan maka alasan kontrak dibatalkan itu tidak menghilangkan indikasi korupsinya. Kalau sudah ada kesepakatan di awal hal itu bisa diusut penegak hukum,”jelasnya.
KPK Ingatkan Pemerintah Bansos Jangan Dijadikan Alat Politik