<

Belajar Dari Kasus Penistaan Agama Sukmawati Soekarnoputri dan Atta Halilintar

EDITORIAL

JAKARTA – Selamat pagi pendengar. Apa yang terjadi dengan Sukmawati Soekarnoputri dan Atta Halilintar menjadi pelajaran bagi kita semua, khususnya terkait simbol-simbol agama. Agama apapun memiliki simbol dan penganut. Artinya, tatkala simbol-simbol tersebut diduga dinistakan, maka potensi memunculkan emosi dari penganutnya.

Apa yang dilakukan oleh Ruhimat dan Ratih dengan mengadukan perbuatan Atta Halilintar dan Sukmawati Soekarnoputri ke polisi sudah benar. Terlepas dari bagaimana kemudian sikap polisi menindaklanjuti kasus ini, akan tetapi tindakan mengadukan kedua orang dalam kasus berbeda ke polisi sudah sesuai koridor dan mengedepankan aspek hukum dalam penanganan persoalan yang ada. Sebab, bila tidak dilakukan penyelesaian hukum, maka sangat potensi memunculkan kerawanan sosial. Apalagi peristiwa tersebut sudah dipublikasikan melalui media sosial. Kekhawatiran dampak sosial berupa konflik horizontal, sangat besar bila masalah terkait simbol agama tidak diselesaikan dalam koridor hukum. Karena itu sekali lagi, apa yang dilakukan dalam koridor hukum dapat meminimalisir kelhawatiran munculnya konflik horisontal yang dikaitkan dengan isu SARA, yakni Suku Agama Ras dan Antar Golongan.

Pada zaman Orde Baru Presiden Soeharto, masalah SARA memang diredam sedemikian rupa, sebab sangat kontralorduktif. Tidak ada manfaatnya menyinggung soal simbol agama. Bisa jadi, apa yang dilakukan Atta Halilintar hanya senda gurau, atau apa yang dilakukan Sukmawati Soekarnoputri mungkin saja ada nalarnya, akan tetapi apapun yang terkait simbol agama tidak perlu dibanding-bamdingkan dan disendaguraukan.

Pernah pada zaman Soeharto, almarhum Arsewendo Atmowiloto melalukan survei tentang tokoh populer, maka kendati itu merupakan survei namun hasilnya dianggap menyinggung simbol agama, maka tidak lama kemudian Arsewendo pun masuk penjara. Dugaan penistaan agama dilayangkan kepada dua orang dalam kasus berbeda, yakni seorang aktivis media sosial YouTube dengan nama Atta Halilintar dan seorang tokoh bernama Sukmawati soekarnoputri, tidak perlu diperpanjang lagi dan tidak perlu terulang lagi. Kita serahkan penyelesaiannya kepada polisi sebagai aparat penegak hukum. Polisi pasti akan menyelesaikan sesuai dengan tugas dan fungsinya. (Ditulis oleh : WIDHIE KURNIAWAN Kapuspem RRI)

BERITA TERKINI