JAKARTA-IndonesiaPos
Washington menjadi negara bagian Amerika Serikat (AS) pertama yang melegalkan praktik pemakaman hijau yang ramah lingkungan atau pengomposan manusia. Kabarnya permintaan untuk layanan seperti itu melonjak di Inggris.
Ketika orang lain masih mencari cara terbaik membuat kompos dari kulit pisang atau kopi bubuk bekas untuk menanam sayur dan bunga, Amerika dan Inggris sudah mulai mempertimbangkan pengomposan manusia atau pemakaman ramah lingkungan. Dan direktur pemakaman Inggris melaporkan lonjakan permintaan untuk penguburan hijau dan alternatif lain yang lebih berkelanjutan untuk penguburan serta kremasi.
“Kematian tentu bukan dampak lingkungan terbesar dalam proses kehidupan. Tapi tetap bisa dicari alternatif baru,” ujar Lynne Carpenter-Boggs, seorang profesor ilmu tanah dan pertanian berkelanjutan di Washington State University, dalam konferensi American Association for Advancement of Science di Seattle, AS, seperti dikutip The Guardian, Senin (17/2/2020).
Carpenter-Boggs, yang juga seorang penasihat ilmiah untuk Recompose, sebuah perusahaan yang berbasis di Seattle yang berencana untuk membuka fasilitas pengomposan manusia pertama di dunia tahun depan, mempresentasikan data dari proyek percontohan dimana enam badan dikomposkan untuk menguji keamanan dan efektivitas proses tersebut.
Proses tersebut, yang dikenal sebagai reduksi organik alami, mengubah mayat menjadi tanah dengan nilai gerobak tanah dalam empat hingga enam pekan.
Tubuh ditempatkan dalam wadah baja heksagonal yang dapat digunakan kembali bersama dengan serpihan kayu, alfalfa dan jerami. Dengan mengontrol kelembaban dan rasio karbon dioksida, nitrogen, dan oksigen dengan hati-hati, sistem ini menciptakan kondisi yang sempurna untuk kelas mikroba pencinta panas (termofilik) yang secara dramatis mempercepat laju dekomposisi normal.
“Agak mengejutkan bahwa ketika aktivitas mikroba dimulai dan ada cukup bahan baku, kelas organisme yang berbeda, yang disebut organisme termofilik, menjadi aktif,” kata Carpenter-Boggs.
Bahkan bukan badan saja, termasuk tulang dan gigi ternyata dapat berubah menjadi kompos. Tanah itu juga mengandung bakteri coliform tingkat rendah, indikator keamanan biologis, yang berarti hasil pengomposan jasad manusia tersebut nantinya aman untuk digunakan sebagai pupuk untuk menanam bunga sampai sayuran. Tentunya sebelum disebar sebagai pupuk, harus dikonversi lagi menjadi abu (hingga berbentuk layaknya pupuk).
Akan tetapi, Deborah Smith dari Asosiasi Penguburan Nasional Inggris mengatakan, walaupun memang banyak permintaan pengomposan manusia, tapi untuk saat ini belum dilakukan di Inggris. Karena ada upaya lain yang sedang berlangsung, seperti alternatif bentuk pembuangan lain, hidrolisis alkali, yang disebut kremasi air, yang sudah diizinkan di beberapa negara bagian AS.
“Jadi bagi mereka yang mencari penguburan sealami mungkin di Inggris, dimungkinkan melakukan pemakaman di lahan pribadi atau di lingkungan hutan, dalam kain kafan yang dapat terurai secara hayati, lengkap dengan pohon atau plak sederhana yang menandai lokasi,” kata Smith.
Sementara itu, Sandy Sullivan, pendiri perusahaan Resomation yang berbasis di Leeds, Inggris, justru menjual mesin kremasi cairnya ke AS dan berharap untuk memulai penjualan di Inggris.
“Biaya operasinya rendah, dan jauh lebih ramah lingkungan,” ujarnya.
Proses kremasi cair ini dilakukan dengan cara memasukkan jasad ke dalam tangki air bertekanan, yang dicampur dengan kalium hidroksida, lantas dipanaskan hingga suhu sekitar 150 ° C.
Setelah proses kremasi cair selama lebih kurang 4 (empat) jam, jasad hanya tersisa tulang belulang saja, yang kemudian dihaluskan menjadi bubuk putih.
“Saya pikir ini proses yang lebih lembut daripada membakar. Dan sebagian besar keluarga memilih cara ini karena dianggap paling lebih lembut,” tandasnya. (Sumber : Hannah Devlin/Koresponden Sains/The Guardian)