JEMBER, IndonesiaPos
Juru bicara Aliansi Jurnalis Indepeden (AJI) Sri Wahyuni, dalam forum rapat dengar pendapat PANSUS DPRD tentang LKPJ Bupati Jember Senin malam (5/5/2020) mensoal tentang buruknya Keterbukaan Informasi Publik di Jember sejak Bupati Faida memimpin Kabupaten berlambang Tembakau ini.
Dalam releasenya, AJI yang berkomitmen untuk memperjuangkan hak-hak publik atas informasi dan kebebasan pers, memposisikan diri sebagai bagian dari publik yang berjuang untuk mendapatkan segala macam informasi yang menyangkut kepentingan publik.
Menurutnya, Kabupaten Jember termasuk kabupaten di Jawa Timur yang keterbukaan informasinya rendah. AJI Jember mengacu kepada hasil pemeringkatan Komisi Informasi Jawa Timur tahun 2018 yang menempatkan Jember di urutan 27. Informasi itu bisa diakses pada alamat laman: (https://kip.jatimprov.go.id/news/read/2018/12/12/278/ppid-award-2018.html).
“Tentunya ini bukan urutan yang menggembirakan. Padahal UU KIP telah mengatur sedemikian rupa untuk keterbukaan informasi publik, dan daerah tinggal melaksanakan hal tersebut,”kata Sri Wahyuni.
Sementara kondisi keterbukaan informasi publik di tahun 2019, jika mengacu dari hasil monitoring dan evaluasi KI Provinsi Jawa Timur, datanya juga tidak menggembirakan. Monev dari KI tahun 2019 itu bisa dilihat di https://kip.jatimprov.go.id/page/33/hasil-monev-badanpublik-tahun-2. Jember berada diurutan buncit. Urutan ke 38 dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
Sedangkan Kebutuhan atas informasi yang benar dan mudah ini bukan hanya melulu untuk wartawan, namun juga untuk masyarakat. Keberadaan informasi yang benar, juga mudah diakses akan membantu tumbuhnya iklim pers yang sehat, termasuk iklim pers sehat di tingkat kabupaten dan kota. Bagi masyarakat, keberadaan informasi yang benar dan mudah diakses juga akan menumbuhkan iklim berliterasi yang sehat, juga menjadi penangkal tumbuhnya disinformasi dan misinformasi di masyarakat.
“Yang terpenting, keterbukaan informasi juga akan menumbuhkan partisipasi dan control masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan,”kata perempuan Berjilbab ini.
Dia mencontohkan, terkait rendahnya keterbukaan informasi publik di Pemkab Jember tahun 2019 terlihat dari transparansi anggaran. Tim dari AJI Jember melakukan pencarian APBD Jember tahun 2019. Hasilnya tidak satu pun laman informasi milik Pemkab Jember menunjukkan adanya unggahan Perda APBD Jember tahun 2019. Laman resmi Pemkab Jember yang dikelola Dinas Komunikasi dan Informatika tidak menyuguhkan Perda APBD Jember tahun 2019. Pun tentang isi dari APBD Jember tahun 2019. Informasi yang disuguhkan hanya dalam bentuk pemberitaan tentang pengesahan Perda APBD Jember tahun 2019.
“Jika dibandingkan dengan beberapa daerah lain tentu berbeda. Ambil contoh Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Banyuwangi, yang menyuguhkan Perda APBD daerah setempat tahun 2019 di laman resmi pemda setempat. Kehadiran informasi itu akan memudahkan wartawan, dan masyarakat mengakses data tentang anggaran negara, alias anggaran publik tersebut. Di sisi lain, APBD merupakan dana publik yang dikelola oleh Pemda dan informasinya wajib disediakan secara berkala,”urainya.
Selain itu, Perda APBD Jember tahun 2019 sebagai produk hukum juga sulit dicari memakai mesin pencari di laman JDIH (Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum). Dari penelusuran AJI Jember, Pemkab Jember belum menyediakan JDIH tersendiri. Laman JDIH Kabupaten Jember masih menempel di laman JDIH Provinsi Jawa Timur. Sementara beberapa kabupaten dan kota lain di Jawa Timur telah menyediakan laman khusus untuk JDIH ini. Penyediaan laman JDIH akan mempermudah masyarakat mencari payung hukum dari sebuah kebijakan.
Pada persoalan lain di pekerjaan rumah tentang pengelolaan informasi adalah belum terbentuknya PPID (Pejabat Pengelola Informasi Dokumentasi) pembantu di OPD Pemkab Jember. PPID Jember terbentuk di tingkat kabupaten.Dari beberapa persoalan di atas, AJI Jember berharap Pemkab Jember memperbaiki kinerjanya dalam pengelolaan keterbukaan informasi. Apalagi pengelolaan keterbukaan informasi itu menjadi kewajiban, dan ditopang oleh anggaran publik di APBD Jember melalui instansi terkait.
“Terakhir namun tidak kalah penting, AJI Jember menyarankan pembahasan APBD dilaksanakan secara transparan, baik dari sisi konten anggaran, jadwal, dan mekanisme penganggaran” sarannya.
Sri Wahyuni yang akrab dipangill mbak Yuni dikalangan wartawan melanjutkan, “AJI Jember juga ingin menyampaikan kondisi terkini perihal akses informasi dan keterbukaan informasi. Di masa penanganan Coronavirus Disease-2019 (Covid-19) di Kabupaten Jember, AJI Jember melihat Pemkab Jember gagap di akses informasi” jelasnya.
“Wartawan kesulitan mengakses informasi akurat, dan valid terkait penanganan Covid-19 ini. Faktor penyebabnya antara lain tidak adanya juru bicara resmi di gugus tugas penanganan Covid-19 di Jember. Meskipun Bupati Jember telah membuat SK Gugus Tugas, yang di dalamnya ada pihak-pihak yang bertugas menjadi juru bicara” terang Yuni kesal.
Mengacu kepada SK itu, juru bicara adalah Dinas Kesehatan, serta Dinas Komunikasi dan Informatika Pemkab Jember. Tetapi sampai saat ini, tidak pernah ada penunjukan secara jelas siapa juru bicara ketika wartawan membutuhkan konfirmasi secara cepat dan akurat. Sejauh ini, informasi disuguhkan oleh Dinas Kominfo tetapi dengan penjelasan yang minim, bahkan tanpa ada penjelasan. Dinas Kominfo hanya memberikan data tanpa narasi. Gagapnya Pemkab Jember dalam pemberian informasi ini, beberapa kali malah menyebabkan kesimpangsiuran informasi pada wartawan, dan masyarakat.
“Kebijakan ‘work from home’ bukan menjadi halangan bagi pemerintah untuk menyediakan informasi akurat kepada publik. Sebab informasi akurat ini akan meminimalkan beredarnya informasi yang keliru, palsu, dan hasutan di masa pandemi ini.” pungkasnya.
Terpisah, Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi menyayangkan kondisi tersebut. “Saya merasa malu dan terpukul mengetahui fakta berdasarkan hasil Monev Komisi Informasi yang diungkap mbak Yuni (Juru bicara Aliansi Jurnalis Independen). Ini masalah yang sangat serius. Segera saya akan bahas khusus tentang ini bersama unsur pimpinan yang lain” sesal Itqon melalui saluran telpon.
“Sekadar gambaran kecil, misalnya, pada variabel SAQ (Self Assessment Questionnaire) tertulis angka nol semua. Ini sangat memalukan. Artinya apa? Pemkab Jember sengaja menyembunyikan data-data kuantitatif yang sangat diperlukan untuk mengukur sejauh mana output layanan Pemkab Jember diterima oleh masyarakat selaku kelompok sasaran kebijakan,” sambungnya.
“Padahal, berdasarkan masukan dari beberapa orang ahli, indikator keterbukaan anggaran publik sangat ditentukan oleh variabel SAQ itu sendiri. Sekali lagi saya ulangi, ini sudah menyangkut keterbukaan anggaran, alias uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan oleh Pemkab Jember.” pungkas Itqon. (Kus)