Editorial IndonesiaPos
DI tahun terakhir masa pemerintahannya, Presiden Joko Widodo ternyata tetap percaya diri dalam menggenjot pembangunan infrastruktur di negeri ini.
Tak tanggung-tanggung, pemerintah bakal menggelontorkan dana infrastruktur Rp422,7 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024.
Angka tersebut naik 5,8% dari anggaran infrastruktur tahun sebelumnya yang sebesar Rp399,6 triliun. Bahkan anggaran infrastruktur 2024 ini tercatat menjadi yang terbesar selama Jokowi berkuasa sejak 2014.
Berdasarkan Nota Keuangan 2024, pemerintah berencana menghabiskan dana Rp213,7 triliun dari anggaran infrastruktur untuk belanja kementerian/lembaga (K/L).
Program yang bakal mendapatkan kucuran dana tersebut antara lain pembangunan jalan daerah, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, renovasi stadion, serta sarana-prasarana pendidikan dan kesehatan.
Selain itu, pemerintah juga berencana mengalokasikan dana infrastruktur sebesar Rp93,9 triliun yang salah satunya diarahkan untuk penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN/lembaga di sektor infrastruktur.
Banyak kalangan termasuk para anggota DPR menilai kebijakan Jokowi untuk menggenjot pembangunan infrastruktur sangat membantu masyarakat.
Bagi yang setuju dengan pendapat ini menyebut pembangunan infrastruktur dinilai berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, di sisi lain, publik juga mengetahui sebagian dari infrastruktur yang dibangun selama pemerintahan Jokowi itu ternyata tidak bisa dimanfaatkan dengan optimal, bahkan cenderung terbengkalai.
Hal itu akibat kurangnya perencanaan yang matang dan terkesan grasah-grusuh. Konsekuensinya, uang rakyat yang digunakan untuk proyek infrastruktur tersebut menjadi sia-sia.
Padahal kondisi keuangan negara sejak beberapa tahun belakangan sedang tidak baik-baik saja. Sebut saja sejumlah prasarana publik yang dibangun pada pemerintahan Jokowi seperti Bandara Jenderal Besar Soedirman di Purbalingga, Bandara Ngloram di Blora, dan Bandara Wiriadinata di Tasikmalaya yang tidak optimal. Atau proyek light rail transit atau LRT di Palembang yang pemanfaatannya tidak sebanding dengan biaya yang telah dikeluarkan.
Pemerintah boleh saja berdalih pembangunan infrastruktur tersebut dilakukan demi memacu pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, harus diingat bahwa pembangunan infrastruktur tanpa perencanaan yang matang dan cermat dapat menjadi bumerang dan bencana ke depannya.
Apalagi kalau pembiayaannya menggunakan utang. Ironisnya, pemerintah sering kali memberikan penugasan kepada BUMN untuk membangun infrastruktur yang tidak menguntungkan secara finansial tersebut.
Akibatnya, kini sejumlah BUMN Karya yang mendapat penugasan tersebut berada di ambang kebangkrutan. Buntutnya pemerintah mencoba menggunakan dana APBN untuk menyelamatkan BUMN yang sakit itu.
Kita tentu tidak ingin lagi dana infrastruktur yang sedemikian besar yang bersumber dari APBN itu terbuang percuma.
Alih-alih bermanfaat, pembangunan infrastruktur yang tidak terencana dengan baik ini pada akhirnya justru dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Proyek infrastruktur harus terukur agar tidak tersungkur.
Ditulis Oleh : MI