JAKARTA – IndonesiaPos
Pemimpin harus memahami etika yang membuatnya menjunjung tinggi keutamaan. Tindakan yang dilakukan Presiden Joko Widodo yang bertentangan dengan nilai demokrasi dan etika politik sejak awal merupakan kekuasaan yang merembet di berbagai ruang seperti di DPR dan MK.
“Jadi kalau hari ini banyak orang memisahkan etika dari hukum itu merupakan pandangan yang keliru. Bernegara bukan hanya berlandaskan hukum tapi juga perlu menjunjung tinggi etika dan bernegara itu harus berbasis pada kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesederhana kalau bagi kita minum air tapi menyangkut etika. Jadi kalau etika dilupakan kita punya masalah tentang makna politik dan makna kenegarawanan di negara ini,”kata analis politik Exposit Strategic Arif Susanto, Jumat (9/2).
Dalam diskusi Para Syndicate Kala Rekam Jejak Jadi Acuan itu, Arif menuturkan permasalahan etika jelas terjadi pada putusan yang diputuskan Ketua MK Anwar Usman yang putusannya tidak memiliki legitimasi.
“Dengan demikian produk yang dihasilkan dari putusan tersebut juga tidak legitimate,”ujarnya.
“Kita tidak bisa mereduksi etika hanya dengan tata kelakuan. Dari perilaku yang tidak terlegitimasi tidak mungkin menghasilkan sesuatu yang legitimate”tambahnya.
Menurutnya, putusan yang melanggengkan jalan menuju orang nomor satu di Indonesia tersebut merupakan tindakan yang memaksakan ambisi kekuasaannya.
“Orang-orang semacam itu bukan hanya melanggar etika tapi juga melanggar hukum. Dan kita mendapatkan impunitas dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga memalukan karena Indonesia menyelenggarakan pemilu yang didalamnya ada calon yang punya masalah dengan hak asasi manusia,” tegasnya.