JEMBER, IndonesiaPos
Tidak hanya sekali ini Pemkab Jember gagal menandatangani Perda APBD bersama DPRD. Tahun 2017 lalu, bersama anggota DPRD periode 2014-2019, Bupati Faida juga pernah gagal menandatangani Perda APBD 2018 dan terpaksa menggunakan PERKADA APBD untuk menjalankan roda pemerintahannya. Anehnya, meski menggunakan Perkada, sesuai ketentuan yang berlaku, seharusnya tidak bisa menggunakan anggaran untuk kegiatan fisik, tetapi realitasnya, banyak proyek fisik yang dilaksanakan di tahun 2018. (Ikuti Liputan Khusus tentang persoalan ini di tulisan IndonesiaPos berikutnya)
Kali ini, tahun 2020, bersama anggota DPRD periode 2019-2024, Jember kembali hanya bisa menggunakan PERKADA. Sampai dengan akhir bulan April 2020, Perda APBD tak kunjung tuntas disetujui bersama oleh Bupati dan DPRD Jember. Disadari atau tidak, dengan kondisi seperti ini, dipastikan telah mengorbankan banyak pihak, yang ujung-ujungnya, rakyat kebanyakanlah yang paling besar merasakan dampak negatifnya.
Polemik anggaran ini semakin parah dan meluas, setelah diketahui beberapa minggu terakhir, melalui media-media “plat merah”, Bupati mempublish telah menyiapkan anggaran untuk penanganan Covid-19 melalui refokusing anggaran sesuai dengan instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020, PerMendagri Nomor 20 Tahun 2020 dan Permenkeu 35 Tahun 2020. Angkanya fantastis. 479 Miliar. Terbesar kedua se Indonesia tingkat Kabupaten/Kota setelah Makasar.
IndonesiaPos mencoba mengurainya dari Surat Pengesahan Perbup Penggunaan APBD yang diajukan ole Bupati Faida kepada Pemerintah Provinsi. Perbup tersebut telah disahkan dan ditandatangani oleh Wakil Gubernur Jatim EMIL ELESTIANTO DARDAK pada tanggal 3 Januari 2020 yang lalu, sebelum adanya pandemi COVID-19.
Dari surat tersebut, Pemerintah Provinsi sebenarnya telah mengetahui secara detail dan jelas tentang persoalan berlarutnya APBD Jember. Bermula dari ketidak displinan atau “kesalahan” pihak Eksekutif (Tim Anggaran Pemerintah Daerah dan Bupati) sejak penyusunan Rancangan APBD.
Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh Ketua TAPD kepada Bupati Jember dilakukan tidak tepat waktu. Rancangan KUA dan Rancangan PPAS disampaikan oleh Ketua TAPD kepada Bupati melalui Surat Sekretaris Daerah selaku Ketua TAPD Nomor: 050/2054/411/2019 tanggal 30 Oktober 2019. Sesuai Tabel 5 Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD dalam Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020 disebutkan bahwa “Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh Ketua TAPD kepada Kepala Daerah dilakukan pada Minggu I Bulan Juli”,.
Berikutnya, keterlambatan tersebut pastinya berpengaruh pada tahapan selanjutnya. Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD melalui Surat Bupati Jember Nomor : 050/2060/411/2019 tanggal 31 Oktober 2019. Lagi-lagi, hal ini menunjukkan ketidak sesuaiannya dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2019. Seharusnya, tahapan ini dilakukan pada Minggu ke II Bulan Juli.
Keterlambatan pengajuan pembahasan KUA PPAS kepada DPRD ini bersamaan dengan munculnya persoalan terkait hilangnya kuota CPNS Kabupaten Jember, Surat KASN dan Surat Mendagri tentang perintah Pencabutan Perbup KSOTK. Alhasil, tidak pernah ada Kesepakatan antara Kepala Daerah dengan DPRD atas Rancangan KUA dan PPAS Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2020. Padahal seharusnya, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2019, Kesepakatan antara Kepala Daerah dan DPRD atas Rancangan KUA dan Rancangan PPAS dilakukan paling lambat Minggu II Bulan Agustus.
Akibat tidak adanya Kesepakatan antara Bupati dan DPRD atas Rancangan KUA PPAS, maka tahapan Pengambilan Persetujuan bersama antara DPRD dengan Kepala Daerah terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Kabupaten Jember T.A 2020 belum bisa dilaksanakan. Seharusnya, Pengambilan Keputusan DPRD untuk menyetujui Raperda APBD 2020 paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya anggaran tahun berkenaan, atau dilakukan paling lambat pada akhir Bulan November
Macetnya Kesepakatan tentang KUA PPAS, sebenarnya juga telah diatur cara penyelesaiannya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2019, Lampiran I, angka romawi IV, poin 12 menyebutkan bahwa dalam hal Kepala Daerah dan DPRD tidak menyepakati bersama rancangan KUA dan rancangan PPAS, paling lama 6 (enam) minggu sejak rancangan KUA dan rancangan PPAS disampaikan kepada DPRD, Kepala Daerah menyampaikan Rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD berdasarkan RKPD, rancangan KUA dan rancangan PPAS yang disusun Kepala Daerah, untuk dibahas dan disetujui bersama antara Kepala Daerah dengan DPRD. Sehingga dengan itu, maka Bupati menyampaikan Rancangan Perda tentang APBD Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2020 kepada DPRD Kabupaten Jember melalui Surat Bupati Nomor 900/2426/35.09.412/2019 tanggal 12 Desember 2019. Namun, lagi-lagi persetujuan bersama antara Bupati Jember dan DPRD Kabupaten Jember tidak bisa terlaksana.
Berikutnya, dalam hal Kepala Daerah dan DPRD tidak mengambil persetujuan bersama dalam waktu 60 (enam puluh) hari kerja sejak disampaikan rancangan perda tentang APBD oleh Kepala Daerah kepada DPRD, Kepala Daerah menyusun rancangan PERKADA tentang APBD untuk mendapatkan pengesahan dari Gubernur Jawa Timur. Maka, selanjutnya Bupati Jember menyampaikan Rancangan PERKADA tentang Penggunaan APBD Kabupaten Jember TA. 2020 kepada Gubernur Jawa Timur melalui Surat Bupati Jember Nomor: 900/2436/35.09.412/2019 tanggal 13 Desember 2019.
Seperti telah diketahui, PERKADA tersebut kemudian telah disahkan oleh Pemerintah Provinsi tanggal 3 Januari 2020, tetapi ada hal-hal penting yang belum banyak diketahui publik. Berikut adalah poin-poin saran dan pertimbangan yang dikutip dari Surat yang ditandatangani oleh Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Eelestianto Dardak.
Dalam penganggaran dan pelaksanaan belanja berdasarkan Perkada tentang Penggunaan APBD TA 2020, Bupati diharuskan mempedomani ketentuan PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA. 2020. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, Pemerintah Kabupaten Jember diminta agar memperhatikan ;
a. Pengeluaran sebesar seperduabelas dengan kriteria mendesak diatas, yaitu pengeluaran yang bersifat tidak berupa pengeluaran fisik, seperti pembangunan gedung atau pembangunan lain-lain yang berupa kontraktual dengan pihak ketiga.
b. Apabila terdapat belanja yang bukan bersifat wajib dan mengikat agar tidak dilaksanakan.
Berikutnya, Pemerintah Kabupaten Jember juga diharuskan untuk mencermati Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yaitu :
a. Pasal 18 ayat (3) “Perencanaan Pengadaan yang dananya bersumber dari APBD dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perangkat Daerah (RKA Perangkat Daerah) setelah nota kesepakatan Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS)”.
b. Pasal 22 ayat (2) “Pengumuman RUP Perangkat Daerah dilakukan setelah rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”
Dari surat tersebut, juga terungkap, bahwa ternyata ada beberapa hal prinsip yang belum dilengkapi oleh Pemkab Jember. Lebih lebih, dari Rancangan Perkada yang diajukan Bupati tersebut, oleh Pemerintah Provinsi, postur anggarannya terindikasi “rawan penyalahgunaan anggaran” untuk kepentingan Pilkada. (Kus)
(Bersambung)