JAKARTA, IndonesiaPos
Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani mengusulkan untuk memanggil Panglima TNI untuk membahas praktik jual beli senjata dan amunisi, khususnya di Kodam XVII/Cenderawasih.
Menurutnya, kasus ini layak menjadi perhatian supaya segera diambil langkah pencegahan dan penindakan yang efektif
“Kami ingin angkat ini di rapat internal terlebih dahulu pekan depan supaya masuk agenda rapat dengan Panglima TNI. Soal ini amat serius dan kami di DPR tentu ingin mendengar penjelasan utuh dari Panglima TNI terkait informasi yang selama ini beredar,”ungkap Christina dalam keterangan resminya.
Dirinya meyakini masih banyak informasi lain yang perlu digali dengan Panglima TNI menyangkut KKB.
Selain itu, dia melihat tidak hanya jumlah pelanggaran dan tindakan hukum yang perlu diambil tetapi bagaimana pola, aktor, lokasi atau hal detail lain terkait ini.
“Kalau kemarin Pangdam bicara soal harga 1 butir peluru dijual Rp200.000 dan bisa naik hingga Rp300.000, bagaimana dengan senjata? Pasti lebih mahal lagi dan makin menggiurkan. Nah informasi seperti ini akan kita klarifikasi. Kita tidak ingin soal amat krusial ini berlalu begitu saja tanpa ada kejelasan penyelesaiannya,”tukasnya.
Dia pun mengapresiasi atas keterbukaan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa terkait hal ini. Menurutnya praktik ini harus dapat disetop.
BACA JUGA :
- Kapuspen TNI Sebut, KKB Semakin Terdesak
- Perang Dengan KKB Segera Selesaikan Konflik di Papua
- 4 Orang Pekarja Disandera KKB
“Kami apresiasi ada keterbukaan dari TNI mengenai hal ini yang tentu mempermudah jalan untuk segera menghentikan praktik amat sangat tidak manusiawi ini. Karena sama saja dengan memberi jalan membunuh sesama prajurit TNI dan meneror masyarakat sipil,”ucap Christina.
Sebelumnya, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa mengungkap, sejak tahun 2022 ada 24 kasus jual beli senjata dan amunisi yang dilakukan oknum anggota TNI kepada KKB Papua.
“Berdasarkan aturan di institusi TNI, kalau terbukti terlibat atau menjadi pelaku harus dihukum berat. Hukuman ini harus menimbulkan efek jera dan ancaman bagi anggota TNI yang lain agar tidak berbuat hal seperti itu. Termasuk hukuman pemecatan,”tegas Adriana dalam keterangannya, Kamis (18/5/2023).
Adriana juga meminta kepada TNI untuk dapat bekerja sama dengan lembaga pemerintah lainnya dalam menyelidiki kasus ini, agar kemudian praktik jual beli senjata tersebut dapat berhenti.
“Karena jaringan jual beli senjata api ilegal ini melibatkan aktor lain termasuk pemasok dan perantara, maka penanganan masalah ini harus bersifat lintas lembaga,”terang Adriana Elisabeth Pengamat Papua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)