<

Gawat…! 479 Miliar Anggaran Covid-19 Tanpa Perda APBD di Jember Terancam Batal

JEMBER, IndonesiaPos

Surat Mendagri Nomor 700/12429/SJ tanggal 11 November 2019 dan Surat Gubernur Jatim Nomor 131/25434/011.2/2019 tanggal 10 Desember 2019telah empat bulan berlalu. Dan Bupati Jember masih belum juga menjalankan perintah Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat tersebut.

Seperti diketahui sebelumnya, surat Mendagri dan Gubernur tersebut terbit berdasarkan hasil pemeriksaan khusus oleh Tim Inspektorat Jendral Kementrian Dalam Negeri bersama Auditor Badan Kepegawaian Negara di Lingkungan Pemkab Jember tahun 2019 lalu.

Perintah Mendagri jelas, mencabut 15 Keputusan Bupati dan seterusnya, Mencabut 30 Peraturan Bupati tentang KSOTK danseterusnya.

Keukeuhnya Faida tidak menjalankan perintah Mendagri melalui Gubernur tersebut dan keberanian Faida menghadapi resiko politis “dimakzulkan parlemen”  melalui proses yang bergulir dI ruang parlemen mulai Hak Interpelasi, Hak Angket dan Hak Menyatakan Pendapat DPRD Jember, mengakibatkan Jember tidak memiliki Perda APBD. Padahal, APBD menjadi dasar dari Peraturan Mendagri dan Peraturan Menteri Keuangan tentang penanganan Covid-19.

Upaya IndonesiaPos menyajikan pendapat yang berimbang, terkendala dengan sulitnya mencari narasumber dari sisi Executif. Baik dari Bupati Faida sendiri ataupun pejabat Pemkab ynag berkompeten, semuanya tidak bersedia untuk menjawab wawancara. Baik wawancara langsung maupun melalui saluran telpon.

Drs. Farid Wajdi, Ketua LSM Masyarakat Peduli Pelayanan Publik yang dikenal sebagai salah satu aktivis senior Jember yang banyak “faham” tentang hampir semua peraturan dan perundangan, Senin siang membahas persoalan tersebut bersama beberapa aktivis Jember lainnya di loby gedung DPRD.

“Peraturan dan perintah Mendagri kepadaPemkab Jember, sebenarnya cukup banyak. Tidak hanya perintah pencabutan KSOTK” ujarnya.

“Bupati seharusnya jangan berlaku diskriminatif, semua perintah atau peraturan pemerintah pusat harusnya ditaati dan dilaksanakan. Jangan hanya melaksanakan yang menguntungkan dirinya tapi disisi lain tidak mau melaksanakan perintah lainnya” sambungnya.

“Di hari hari terakhir ini, kita sama sama tahu. Bahwa sampai dengan empat bulan lebih, Perintah Pencabutan KSOTK oleh Mendagri melalui Gubernur belum juga dijalankan oleh Bupati, tetapi disisi lain, Bupati begitu cepat menjalankan Instruksi Mendagri merealokasi anggaran untuk penanganan Covid-19” gerutu Farid.

“Terlepas soal Instruksi Mendagri ini bersifat darurat atau bukan, apa yang dijalankan Bupati sangat mengesankan sikap diskrimatif” tegasnya.

“Belum lagi kalau kita pelototi Instruksi Mendagri (Nomor 20 tahun 2020) tersebut. Bahwa di pasal 1 jelas disebutkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan dengan Perda. Artinya, seharusnya Bupati belum bisa merealokasi anggaran. Jember kan belum punya Perda APBD. APBD Jember kan masih menggunakan Perkada Penggunaan APBD yang itu sifatnya sementara. Sifatnya terbatas” jelas Farid.

Senada dengan Farid,  Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi menerangkan ; “Rencana bupati Faida untuk menganggarkan dana penanganan Covid 19 sebesar Rp. 479 milyar yang salah satunya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik Kesehatan sebesar Ro.  32 milyar masih menjadi pertanyaan. Pasalnya sesuai mekanisme pengaanggaran DAK harus bersumber dari perda APBD” ujarnya.

Kenyataannya, Jember sendiri hingga kini belum memiliki perda APBD 2020 sehingga rencana besaran anggaran untuk DAK kesehatan dipastikan belum pernah diajukan ke kementerian keuangan.

“Jika mengacu pada prosedur pengajuan DAK,  setelah ada pengesahan perda APBD yang didalamnya termasuk DAK kesehatan maka perda tersebut diajukan ke kementerian keuangan untuk selanjutnya dirumuskan besaran DAK yang akan dikucurkan ke daerah” pungkasnya.

Terpisah, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan RI dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 2020 yang berisi kebijakan TKDD mulai dari penganggaran sampai penyaluran, yang meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik), Dana Alokasi Khusus Nonfisik (DAK Nonfisik), Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, Dana Tambahan Infrastruktur, dan Dana Keistimewaan DIY, serta Dana Desa.

Dari tabel yang ada, jelas menyebutkan tentang penyaluran DAK Fisik paling cepat bulan Februari dan paling lambat bulan Juli dengan menyerahkan persyaratan dokumen paling lambat bulan Juli antara lain Perda Tahun Berjalan dan laporan realisasi penyerapan dana dan capaian output kegiatan DAK Fisik tahun anggaran sebelumnya yang telah direview APIP.

Artinya, statmen Kepala BPKAD Penny Artha Medya disejumlah media yang menyatakan anggaran penanganan COVID-19 sebesar Rp 479 miliar, secara rinci berasal dari anggaran belanja tidak terduga sebesar Rp 401 miliar, DBHCHT sebesar Rp 45 miliar dan Rp 32 miliar lebih berasal dari DAK fisik kesehatan, beberapa hari terahir tersebut, belum ada kepastian dan kejelasan realisasinya.

Semakin jelas dengan Peraturan Menteri Keuangan 35/PMK.07/2020 Tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020 dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian Nasional, di Pasal 1 poin 8 juga jelas disebutkan “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang disetujui  oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. Maka praktis, bisa dipastikan Refokusing Anggaran Covid-19 tidak bisa dilakukan sebelum Kabupaten Jember memiliki Perda APBD.(Kus)

BERITA TERKINI