<

Gubernur Anies Tiadakan Belajar Mengajar Sekolah di Jakarta

JAKARTA-IndonesiaPos

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk meniadakan kegiatan belajar mengajar di sekolah sebagai langkah antisipasi potensi penyebaran COVID-19 di wilayah Ibu Kota selama dua pekan, sejak hari Senin, (16-28/30/2020). Lusa. hal itu dilakukan oleh Pemprov DKI untuk meminimalisir potensi semakin meluasnya wabah COVID-19 di Jakarta.

Keputusan ini diumumkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai melakukannya rapat jajaran Pemprov DKI Jakarta bersama dengan Dr. Fery Rahman, M.KM (Wakil Sekjen PB IDI), Dr. Sholah Imari, MSc (anggota Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia/PAEI), Dr. Triana Damayanti Akbar (Ketua Bidang Organisasi IDAI DKI Jakarta), dan pimpinan WHO untuk Indonesia, Dr. Paranietharan.

BACA JUGA : Pemerintah Tak Akan Berhenti Tangani Virus Korona Pandemi

“Mengapa keputusan ini diambil? Pertama, dari berbagai kajian menunjukkan bahwa anak-anak tidak banyak terjangkiti COVID-19. Tetapi, mereka adalah carrier (perantara) penular dari orang dewasa satu ke orang dewasa yang lainnya. Jadi, meskipun mereka tidak terjangkiti, angkanya kecil, tetapi mereka bisa menularkan dari satu pribadi ke pribadi lainnya,” ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam konferensi pers di Balai Kota Jakarta, Sabtu (14/3/2020).

Anies menambahkan, alasan lainnya adalah dalam kegiatan belajar mengajar anak seperti halnya antar jemput, mobilitas, dan lain-lain juga memiliki potensi penyebaran virus, tak hanya sesama anak namun juga orang dewasa. “Dan itu kemudian punya potensi peningkatan pada intensitas pertemuan antar orang dewasa,” katanya.

BACA JUGA : Cegah Penyebaran Virus Corona, Arab Saudi Hentikan Penerbangan Internasional

Anies menyampaikan jumlah peserta didik di DKI Jakarta mencapai 1,5 juta anak. Sehingga pihaknya memutuskan untuk menerapkan metode belajar mengajar dari jarak jauh.
Khusus untuk anak-anak SMA-SMK yang sedang mengikuti Ujian Nasional atau kelas XII, jumlahnya sekitar 124 ribu peserta didik. Keputusan ini pun menyebabkan Ujian Nasional bagi siswa SMK yang seharusnya berlangsung pada 16-19 Maret 2020 mengalami penundaan.

“Pemprov DKI Jakarta memutuskan untuk menutup semua sekolah di lingkungan provinsi DKI Jakarta dan akan melakukan proses belajar mengajar melalui metode jarak jauh. Dan bagi peserta Ujian Nasional yang berlangsung hari Senin besok (untuk SMK), diputuskan juga ditunda. Penutupan sekolah ini berlaku selama dua minggu. Dan kami akan melakukan review kembali di akhir pekan kedua untuk melihat perkembangannya,” terangnya.

BACA JUGA : Cegah Virus Corona, Polres Pamekasan Lakukan Penyemprotan Desinfektan ditempat Layanan

Adapun sekolah yang tidak melakukan proses belajar mengajar, meliputi seluruh sekolah di wilayah DKI Jakarta, mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Selama 14 hari ke depan, Pemprov DKI Jakarta akan melakukan pembersihan di seluruh fasilitas sekolah dan memastikan kondisi sekolah benar-benar bersih.

Di sisi lain, para siswa diimbau tetap melakukan kegiatan belajar di rumah masing-masing, membatasi diri untuk tidak mengunjungi tempat keramaian, dan menghindari kegiatan kerumunan maupun aktivitas yang melibatkan massa dalam jumlah banyak. Para orang tua diimbau untuk memantau kondisi anak-anaknya dengan menerapkan pola hidup sehat dan bersih, serta membiasakan diri rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir maupun cairan pembersih tangan (hand sanitizer) beralkohol 70 – 80 %.

“Pemprov DKI Jakarta memutuskan menutup sekolah, tapi di Jakarta bukan hanya sekolah. Ada kursus, ada pendidikan informal, nonformal. Kami menganjurkan kepada semua, sebuah imbauan, sebuah seruan untuk menunda kegiatan belajar mengajar secara langsung. Lakukan dengan metode jarak jauh. Lakukan dengan proses digital. Tujuannya adalah untuk, sekali lagi, mengurangi interaksi yang punya potensi terjadi penularan,” ungkapnya.

Dapat diinformasikan pula bahwa pada 1 Maret 2020, sebanyak 129 orang dinyatakan dalam pemantauan (ODP), sedangkan pada 12 Maret 2020 jumlah tersebut meningkat cepat menjadi 586 ODP. Lalu, pada 1 Maret 2020, sebanyak 39 orang dinyatakan sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP), sedangkan pada 12 Maret 2020 jumlah tersebut melonjak menjadi 561 PDP. (*)

 

BERITA TERKINI

IndonesiaPos