IndonesiaPos –
Situasi terkini di perairan Natuna semakin memanas. Ini tak lepas dari
perselisihan antara Indonesia dengan China beberapa waktu belakangan. Semua tak
lepas dari pelanggaran ZEE yang dilakukan oleh China. Di sisi lain, China menganggap
tidak ada hukum internasional yang dilanggar.
Indonesia hanya satu dari beberapa negara lain
di Asia yang berselisih dengan China sebagai pemilik hak lautan dan pulau di
Laut China Selatan. Negara-negara yang lain seperti Malaysia, Thailand, Brunei
Darussalam, Filipina, Vietnam, dan tentunya Taiwan.
Hitang-hitung kekuatan dan anggaran
pertahanan, istilah halus untuk pendanaan dan pengembangan militer, memang
perlu dilakukan.
Indonesia misalnya, dengan anggaran pertahanan
pada 2020 ditetapkan Rp 127,4 triliun. Sejak 2009 alokasi dana itu memiliki
pertumbuhan majemuk tahunan 12,85% CAGR. Pertumbuhan majemuk itu lebih besar
dibandingkan dengan anggaran China sejak 2014 yang hanya 7,13%.
Namun, dari sisi nilai, tentu jangan
bandingkan anggaran kedua negara. Sebab, anggaran China 21 kali lipat lebih
besar dibanding Indonesia (setara US$ 9,14 miliar). Anggaran China pun
signifikan, yaitu mencapai US$ 198 miliar untuk 2020, dengan asumsi pertumbuhan
yang sama pada 2018-2019 yang sebesar 1,49% dari US$ 175 miliar menjadi US$
177,61 miliar.
China juga berada di urutan kedua negara
dengan anggaran militer terbesar dunia, hanya kalah dari Amerika Serikat yang
mengalokasikan dana senilai US$ 649 miliar pada 2018 saja, berdasarkan data
Stockholm International Peace Research Institute.
Tidak hanya China. Negara tetangga dekat
Indonesia, Australia, juga memiliki anggaran pertahanan yang tidak sedikit.
Nilainya mencapai US$ 29,19 miliar, US$ 177,61 miliar, dan US$ 26,6 miliar
masing-masing pada 2020, 2019, dan 2018. Australia juga masuk dalam daftar
negara dengan anggaran tertinggi ke-13 dunia.
Lantas,
anggaran militer Indonesia tahun ini tersebut memang belum ideal. Salah satunya
karena rasio terhadap total APBN hanya 5,02%, jauh di bawah Singapura 28%-an
dan Thailand 7%-an dari APBN.
Selain dari faktor rasio terhadap APBN, kurang idealnya anggaran militer
Indonesia akan semakin nyata dengan melihat wilayah Indonesia 1,9 juta km2 yang
3 kali lipat Thailand. Belum lagi angka empat digit yang akan keluar jika
dibandingkan denagn Singapura yang wilayahnya sangat mini sampai pernah
mendapat julukan ‘titik merah’ dari Presiden ke-3 RI BJ Habibie.
Namun, patut dipertimbangkan juga selain menguatkan militer, kita juga butuh
pengembangan di sektor lain seperti industri dan pengembangan infrastruktur
dasar bagi daerah tertinggal yang membutuhkan anggaran yang tidak sedikit
sehingga kita bisa memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.