<

Mahfud MD : Tidak Ada Obligor-Debitor BLBI Bisa Sembunyi

Menko Polhukam Mahfud MD (kedua kanan) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri), Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto (kiri) dan Ketua Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Rionald Silaban menyampaikan konferensi pers seusai pelantikan satgas tersebut di Kemenkeu, Jakarta, Jumat (4/6/2021). Tim Satgas BLBI resmi dilantik dan akan melakukan penagihan kepada seluruh pihak yang terlibat yang telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp110,454 triliun. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.

JAKARTA, IndonesiaPos

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, hari ini melantik tim satuan tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana  Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Kata Mahfud, pemerintah akan melakukan penagihan terhadap semua obligor dan debitur terkait BLBI, yang diperkirakan jumlahnya sekitar lebih dari  Rp110 triliun. Mahfud pun meminta para obligor dan debitur kooperatif saat ditagih.

“Dan kami berharap, kami berharap agar semua obligor dan debitur yang akan ditagih itu lebih. Pertama kerja sama, kooperatif, karena itu uang negara,” kata Mahfud dalam konferensi pers yang disiarkan Youtube Kemenkopolhukam, Jumat (4/6/2021).

BACA JUGA :

Pokja Satgas Penanganan BLBI Resmi Dilantik

Mahfud menegaskan, tidak ada obligor dan debitur yang sembunyi karena tim yang dibentuk sudah memiliki daftarnya. Jika bisa proaktif dengan kesadaran sendiri terhadap pembayaran utang negara, itu akan lebih baik.

“Tidak ada yang bisa sembunyi karena disini daftarnya ada dan Anda semua punya daftar, para obligor dan debitur. Jadi kami tahu, Anda pun tahu. Sehingga tidak usah saling buka, mari kooperatif saja. Kami akan bekerja. Ini untuk negara dan Anda harus bekerja juga untuk negara,” tegas Mahfud.

Dia juga mengingatkan sanksi yang bisa menjerat para obligor dan debitur jika membangkang dan tidak mau membayar utang masa lalunya. Menurutnya, para obligor dan debitur bisa dijerat tindak pidana korupsi.

“Karena apa? Karena kalau dia sudah tidak mau mengakui utangnya atau memberi bukti-bukti palsu, atau selalu ingkar itu bisa saja nanti dikatakan, satu merugikan keuangan negara, dua memperkaya diri sendiri atau orang lain, ketiga melanggar hukum karena tidak mengakui terhadap apa apa yang secara hukum sudah disahkan sebagai utang. Sehingga bisa saja nanti berbelok lagi ke korupsi hukumnya” tegasnya.

BERITA TERKINI