<

Mantap, Bongkar Tuntas Mafia Pajak

Editorial IndonesiaPos

Ibarat parasit yang terus menggerogoti, mafia perpajakan selama ini masih bergentayangan di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Praktik lancung yang melibatkan pegawai pajak ini seolah tidak pernah sirna meskipun upaya reformasi birokrasi digencarkan.

Maka publik patut bertanya, apakah itu sudah menjadi kultur yang tak bisa lagi diberantas? Apakah mafia pajak telah terstruktur, sistemik, dan masif menjadi bagian integral dari praktik-praktik kotor dalam sistem perpajakan di negeri ini?

Hasil penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggambarkan bagaimana praktik mafia pajak yang dilakukan Rafael Alun Trisambodo (RAT) berlangsung lama dan berurat akar di institusi pajak. Aksi kotor ini diindikasikan dilakukan Rafael sejak 2011.

RAT diduga menerima aliran dana dari pihak-pihak yang bermasalah dari sisi pajak. Dengan memanfaatkan PT Artha Mega Ekadhana (PT AME) yang bergerak dalam bidang jasa konsultansi terkait pembukuan dan perpajakan memiliki peran sentral yang dimilikinya, Rafael menerima pemberian gratifikasi.

Sebagai bukti permulaan awal, penyidik KPK menemukan adanya aliran uang gratifikasi yang diterima Rafael Alun Trisambodo sejumlah sekitar US$90.000 yang penerimaannya melalui PT AME. Saat ini pendalaman dan penelusuran terus dilakukan.

Kasus Rafael menunjukkan belum sirnanya pegawai pajak berperangai culas yang kerjanya mengancam-ancam wajib pajak bermasalah dan ujung-ujungnya melakukan patgulipat kepada para wajib pajak. Tindakan yang jelas merugikan keuangan negara. Misalkan, wajib pajak yang harusnya membayar seluruh kewajibannya, tetapi hanya sebagian.

Kejahatan perpajakan semacam ini pasti dilakukan berjemaah, tidak bisa seorang Rafael Alun sendirian menjalankan modus operandi semacam ini. KPK mengendus keterlibatan dua orang eks pejabat Ditjen Pajak yang menjadi konsultan pajak rekanan Rafael.

Fakta ini jelas mencerminkan bahwa Rafael patut ditengarai merupakan bagian sindikat mafia perpajakan yang telah berlangsung sejak lama dengan memanfaatkan jabatannya.

Belum lagi fakta bahwa segala hal ini terbongkar bukan karena temuan dari Inspektorat DJP ataupun Kemenkeu dan KPK, tetapi justru berawal dari tindakan penganiayaan oleh anak Rafael, Mario Dandy. Ini menunjukkan betapa lemah dan bermasalahnya pengawasan di DJP selama ini.

Menjadi ironi, para pegawai pajak ini masih menerima suap, memanipulasi dan menggelapkan penerimaan negara meskipun sudah mendapatkan gaji yang tinggi. Pegawai pajak diketahui menerima tunjangan tertinggi jika dibandingkan instansi pemerintah lainnya di seluruh Indonesia.

Mafia pajak seakan tidak pernah lekang meskipun reformasi birokrasi terus digalakkan. Tamak dan serakah menjadi sebutan yang cocok bagi Rafael Alun dan pegawai Kemenkeu nakal lainnya. Sekali lagi menunjukkan bahwa rasuah terjadi bukan karena kurang uang.

Untuk itulah, publik sangat berharap kepada KPK agar menjadikan kasus Rafael sebagai pintu masuk untuk memberantas korupsi di Kemenkeu. Apalagi pernah terungkap 69 pegawai Kemenkeu memiliki kekayaan tidak wajar. Begitu juga temuan sebanyak 134 pegawai Ditjen Pajak memiliki saham di 280 perusahaan yang mayoritas konsultan pajak harus juga ditelusuri.

Kasus ini semestinya menjadi kotak pandora bagi penegak hukum dapat memberantas dengan tuntas seluruh mafia yang berseragam pegawai pajak. (Ditulis Oleh : Seno MI)

 

 

BERITA TERKINI