BLITAR IndonesiaPos
Proyek pembangunan relokasi lembaga pemasyarakatan (lapas) Kelas IIB Blitar diduga menggunakan material dari penambangan ilegal.
Kasus ini mencuat ketika beberapa warga di sekitar tambang membocorkan materail ilegal hingga bahan itu diangkut.
Diduga kuat material ilegal itu menjadi pasokan untuk proses pematangan lahan dan turap pada proyek relokasi Lapas Kelas II B Blitar, yang saat ini sedang berlangsung.
“Dibawa ke Kota Blitar, buat ngurug lapas,” ujar seorang warga sekitar tambang menirukan pernyataan sopir pengangkut material itu.
Pantauan awak media di lokasi, tulisan pada papan nama proyek itu hanya tertera sang pemenang tender, yakni PT Cahaya Legok Pratama. Sedangkan alamatnya disembunyikan.
Parahnya lagi, dpan nama itu juga tidak tertulis nama dari konsultan pengawas. Hal ini tentu menimbulkan kesan, bahwa pelaksanaan proyek tersebut diduga sengaja disamarkan. Banyak pihak yang menilai, hal ini mencederai keterbukaan informasi publik.
“Sudah gak ada alamatnya, konsultannya juga gak dicantumkan. Ini ada apa? Mau main slintat-slintut? Ini uang negara loh, pertanggungjawabannya ke publik harus jelas,”ungkap Sadewo, salah satu tokoh masyarakat setempat, Sabtu (28/10/2023).
Hasil penelusuran, titik-titik lokasi tambang yang diduga ilegal tersebut, berada di wilayah aliran sungai lahar Gunung Kelud di Desa Kedawung, Selo Tumpuk, dan Sumberingin, masuk wilayah hukum Polres Blitar Kota.
Sementara itu, Fakta lainnya yaitu material urugan yang digunakan masih terdapat campuran batu berukuran cukup besar.
Sedangkan pada tahapan ini bisa menentukan kualitas dan kemampuan tempat yang hendak dibangun.
Ditempat yang sama, perwakilan pihak pelaksana, Andre enggan memberikan berkomentar. Ia hanya mau menanggapi soal material yang bercampur batuan berukuran besar.”Iya mas akan kami perhatikan,”kata Andre kepada wartawan.
Diperoleh informasi, proses pematangan lahan dan turap tersebut menelan biaya sampai Rp15,6 Miliar, bersumber dari anggaran Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia (RI). Proyek yang digarap oleh PT Cahaya Legok Pratama ini berlokasi di Kelurahan Sentul, Kota Blitar.
Regulasi soal larangan menggunakan material dari tambang ilegal telah gamblang tertera pada UU Nomor 3 tahun 2020, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Dalam aturan itu, terdapat larangan mengambil material dari sumber galian C ilegal untuk mencukupi kebutuhan proyek pemerintah. (Lina)