Beredar kabar di publik bahwa, dua kali kemenangan duet Busyro-Fauzi di Pilbup Sumenep, karena mulusnya praktik politik potong kepala ular.
Hampir semua pelaksana kebijakan di Sumenep hingga yang terbawah–kepala desa–dalam satu komando. Politik potong kepala ular ini mempermudah koordinasi dan intruksi. Tidak banyak makan waktu dan biaya untuk lobi.
Di Jawa Timur, politik ini pernah dipraktikkan oleh duet Soekarwo-Gus Ipul di Pilkada Jatim pada periode pertama, sebelum akhirnya tumbang dengan praktik politik yang diduga sama di periode kedua.
Praktik politik ini, mengandalkan kepercayaan. Tidak melulu soal uang. Politik ini, secara tersirat menjanjikan kekuasaan. Bukan cash jangka pendek.
Sekedar merefresh ingatan, saat pencalonan Busyro-Fauzi di Pilbup Sumenep periode kedua, katanya, tidak banyak pelaksana kebijakan di Kabupaten Sumenep ini yang main dua kaki. Jika pun ada, itu mudah disingkirkan.
Saat A. Busyro Karim mengambil cuti untuk kampanye di periode kedua, iring-iringan mobil berplat merah, yang diduga mobil operasional pelaksana kebijakan di Sumenep, mengular menuju kediaman A. Busyro Karim di desa Beraji Kec. Gapura. Termasuk swasta.
Praktik politik ini, bisa saja akan diulang kembali oleh salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Sumenep tahun ini. Berkaca pada periode kedua duet Busyro-Fauzi, yang paling potensial melakukan praktik politik ini adalah incumben. Hal ini tentu harus diwaspadai.
Jika incumben sangat mungkin mempraktikkan politik ini, yang mungkin bisa dilakukan oleh lawan politiknya adalah mengembosi atau membuat politik tandingan. Misalnya politik santri. Tapi apakah efektif?
Politik, tentu lebih rumit dari sekedar bermain catur. Intrik politik bukan sekedar umpan satu dua pion atau langkah penting diatas bidak catur. Tapi juga seluruh pola kerja. Baik di luar bidak catur, bahkan di bawah meja. Semua sangat menentukan.
Kadang yang kita anggap kelemahan, sebenarnya adalah pancingan lawan. Dan yang kita anggap kekuatan, adalah blunder diri kita sendiri. Politik memang membutuhkan prediksi. Tapi hasil akhir selalu sulit ditebak sejak dini.
Sejauh ini, ada dua calon cabup-cawabup yang mendeklarasikan diri untuk maju di Pilbup Sumenep. Calon yang diusung PKB, punya peluang untuk menang hatrick di Pilbup. Dan calon yang diusung PDI Perjuangan beserta koalisinya adalah incumben. Tentu bukan lawan yang sembarangan.
Diatas kertas, PKB punya sepuluh kursi di DPRD. PDI Perjuangan berpotensi lebih solid lagi dengan politik potong kepala ularnya di periode ini. Keduanya layak merasa diatas angin. Tapi bisa saja semua hanya angin lalu.
Akan tapi, apapun praktik politiknya, tentu politik pecah belah sebisa mungkin harus dihindari. Sebab kemenangan yang diperoleh atas dasar kebencian, akan selalu memakan korban. Hingga saat ini, masih ada saja kebijakan yang (diduga) tidak memihak semua golongan bukan? Tambak dan dana PI, misalnya. Termasuk kemungkinan adanya tambang karst. Salam. (Ditulis Redaksi IP Madura)