JAKARTA, IndonesiaPos
Senator cantik Amerika Serikat (AS) dari California Kamala Harris menjadi warga berkulit hitam pertama yang menjadi Wakil Presiden Amerika Serikat (AS).
Kamala menang ketika berpasangan dengan Capres Joe Biden untuk pemilihan umum presiden AS 2020.
Kamal lahir di Oakland, California, dari dua orang tua imigran. Sang ibu kelahiran India dan ayah kelahiran Jamaika.
Setelah orangtuanya bercerai, Harris dibesarkan oleh ibu tunggal beragama Hindu, yang merupakan peneliti kanker dan aktivis hak-hak sipil. Kamala tumbuh dengan memeluk kebudayaan India.
Sementara diketahui bahwa Kamala Haris ikut dengan ibunya dalam kunjungan ke India, tetapi Harris mengatakan bahwa ibunya mengadopsi budaya Afrika-Amerika Oakland, hal yang mempengaruhi kedua putrinya – Kamala dan adik perempuannya Maya.
Baca Juga : Jokowi Ucapkan Selamat ke Joe Biden Setelah Terpilih Jadi Presiden Amerika
Kamal Haris juga sempat berkuliah di Howard University, salah satu perguruan tinggi dan universitas kulit hitam terkemuka di AS. Pengalaman itu ia gambarkan sebagai salah satu yang paling membentuk dirinya.
Harris mengatakan bahwa ia selalu nyaman dengan identitasnya dan hanya menggambarkan dirinya sebagai “orang Amerika”.
Pada 2019, dirinya mengatakan kepada Washington Post bahwa politisi tidak perlu masuk ke dalam satu kategori karena warna kulit atau latar belakang mereka.
Setelah empat tahun di Howard, Harris mendapatkan gelar hukumnya di Universitas California, Hastings, dan memulai karirnya di Kantor Kejaksaan Distrik Alameda County.
Kamala menjadi jaksa wilayah – jaksa tertinggi – untuk San Francisco pada tahun 2003, sebelum terpilih sebagai perempuan pertama dan orang Afrika-Amerika pertama yang menjabat sebagai jaksa agung California, pejabat penegak hukum tertinggi di negara bagian terpadat di Amerika itu.
Dalam dua periode masa jabatannya sebagai jaksa agung, Harris mendapatkan reputasi sebagai salah satu bintang Partai Demokrat yang sedang naik daun.
Momentum ini digunakannya untuk mendorong pemilihannya sebagai senator junior AS di California pada tahun 2017.
Sejak pemilihannya menjadi Senat AS, mantan jaksa penuntut itu mendapatkan dukungan dari kaum progresif karena pertanyaan pedasnya terhadap calon Mahkamah Agung saat itu Brett Kavanaugh dan Jaksa Agung William Barr dalam sidang-sidang penting di Senat.
Selain itu, ketika ia mencalonkan diri sebagai presiden dalam kampanye yang dihadiri lebih dari 20.000 orang di Oakland, California, pada awal tahun lalu, rencananya untuk tahun 2020 itu disambut antusias.
Namun senator itu gagal mengartikulasikan alasan yang jelas untuk kampanyenya dan melontarkan jawaban yang membingungkan untuk pertanyaan-pertanyaan di bidang kebijakan utama, seperti yang terkait dengan bidang kesehatan.
Dia juga tidak dapat memanfaatkan kelebihannya yakni pertunjukan debat yang memamerkan keterampilannya sebagai jaksa penuntut, yang sering kali menempatkan Biden di posisi yang diserang.
Harris terlihat berada di posisi seimbang antara sayap progresif dan moderat di partainya, tetapi akhirnya dia tak berhasil menarik keduanya.
Ia mengakhiri pencalonannya pada bulan Desember sebelum kontes Demokrat pertama di Iowa pada awal 2020.
Pada bulan Maret, Harris mendukung mantan wakil presiden tersebut, dengan mengatakan dia akan melakukan “segala upaya untuk membantu terpilihnya (Biden) sebagai Presiden Amerika Serikat berikutnya”.