JAKARTA – IndonesiaPos
Pengamat politik Prof Lili Romli menyebut kekalahan paslon 03 Ganjar-Mahfud merupakan sebuah anomaly. Sebab, partai pendukungnya PDI Perjuangan (PDIP) meraih kemanangan.
Meski demikian, hasil tersebut diperoleh dari hitungan cepat atau quick count. Sehingga perolehan suara paslon 03 dinilai terlalu jomplang.
“Ini memang anomali, di mana capresnya kalah tapi PDIP sebagai partai pengusung menang,”tegasnya.
Sebaliknya, capresnya menang tapi partainya kalah dalam pileg. Tampak coattail effect dari pemilu serentak tidak bekerja.
“Mestinya dalam teori coat tail effect kan jika capresnya menang maka partainya juga menang. Karena pemilih akan mengasoasikan dengan partai capresnya. Ini tidak demikian yang terjadi,”ujar Lili. Jum’at.
Anomali ini, menurut dia, mungkin disebabkan oleh beberapa faktor. Para pemilih berbeda antara pilihan capres dan pilihan partai. Bisa jadi karena kondisi party ID yang lemah sehingga memilih figur saja, baik capres maupun parpol.
“Ini terlihat yang lolos di parlemen partai-partai lama yang notabene diisi oleh para caleg petahana yang sudah dikenal pemilih,”imbuh Lili.
Selain itu, bisa jadi ada mobilisasi boleh memilih partai yang disukai, tapi untuk capres agar memilih capres tertentu. Namun hal ini perlu kajian lebih lanjut.
“Kemudian, Jokowi effect. Oleh karena untuk paslon 02 terjadi aliansi dengan Jokowi, bisa jadi loyalis Jokowi memilih capres yang didukungnya, yakni paslon 02, tapi mereka memilih parpol yang berbeda,” tandasnya.
Sedangkan perolehan suara sementara berdasarkan quickcount, paslon 03 hanya meraup suara sekitar 15%-16% atau berada di posisi buntut.
Kekalahan Ganjar-Mahfud terjadi di hampir setiap daerah, bahkan basis PDI Perjuangan seperti Jawa Tengah dan Bali juga kalah.
Sementara itu, PDI Perjuangan justru menjadi partai pemenangan pemilu. “Partai berlambang banteng itu meraih suara sekitar 16%-17% atau yang tertinggi dari partai-partai lainnya,”imbuhnya.