JAKARTA – IndonesiaPos
Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman, Samarinda, Orin Gusta Andini mengatakan pemberantasan korupsi baik di tingkat pusat dan daerah, membutuhkan kepemimpinan kuat yang tidak sekadar mengedepankan citra personal dan retorika belaka.
“Secara verbal memang kita kerap melihat pernyataan-pernyataan yang pro pada anti korupsi, namun kenyataannya secara kebijakan belum benar-benar menunjukkan keberpihakan,” ujarnya kepada Media Indonesia pada Selasa (3/12).
Orin menjelaskan bahwa kepemimpinan yang kuat dan penuh mendukung eksistensi KPK memberantas korupsi dapat menjadi modal awal bagi pemerintah untuk memperkuat pemberantasan korupsi. Menurutnya, kepemimpinan baru Prabowo Subianto seolah tak memberi angin segar dan terlalu terlalu banyak mengandalkan retorik.
“Hal ini bisa dilihat dari beberapa aspek, mulai dari tidak adanya respon terhadap penguatan KPK secara kelembagaan ditambah dengan terpilihnya pimpinan KPK yang saat ini tidak memberi angin segar pada lembaga itu.
Ketidakseriusan pemerintahan baru dalam pemberantasan korupsi menurut Orin, juga dibuktikan dengan tidak masuknya RUU Perampasan Aset dalam program legislasi nasional (prolegnas). Meski agenda pemberantasan korupsi ada dalam agenda Asta Cita, ia menilai Prabowo hanya kuat dalam retorika anti korupsi, tetapi lemah dari sisi implementasi.
“Dari aspek substansi hukum, tidak masuknya RUU perampasan aset sebagai salah satu elemen kunci memberantas korupsi juga tak diwujudkan. Termasuk kita juga mendesak adanya revisi UU KPK untuk delik-delik korupsi yang sudah seharusnya dikriminalisasi dalam UU PTPk, juga revisi UU KPK seperti semula untuk mengembalikan independensi lembaga itu,” jelasnya.
Menurut Orin, ketidakseriusan pemerintah dalam pemberantasan korupsi juga diperlihatkan pada aspek politik dengan perilaku Presiden hingga pejabat publik yang berpihak pada salah satu paslon di Pilkada Serentak 2024.
“Kita melihat ketidaknetralan presiden dalam pilkada yang seharusnya memberi contoh teladan bagi pejabat dibawahnya maupun masyarakat secara umum.”tegasnya.
Orin berharap pemerintah Prabowo dapat lebih proaktif dalam pemberantasan korupsi dengan fokus menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik pada ranah eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
“Tentu saja kita berharap dalam waktu ke depan di masa jabatannya pada periode ini, ada langkah nyata dan strategis mengupayakan penegakan anti korupsi sehingga tidak hanya sekadar omon-omon,” katanya.
Selain itu, Orin menilai ada berbagai faktor penyebab kepala daerah yang kerap menjadi langganan OTT KPK. Faktor yang paling umum adalah lemahnya integritas para kepala daerah sehingga tergiur menyalahgunakan wewenang mereka.
“Kepala daerah yang korup, bisa leluasa menyalahgunakan wewenang lantaran minimnya pengawasan di daerah. Transparansi dan akuntabilitas juga lemah sehingga para kepala daerah sembarangan menggunakan wewenangnya,” jelasnya
SelaIn itu, Orin menjelaskan faktor lainnya yang merupakan penyumbang keberlangsungan pola korupsi adalah biaya politik yang tinggi. Menurutnya, para kepala daerah kerap mencari-cari celah untuk korupsi demi mengembalikan modal kampanye.
“Ditambah juga, penegakan hukum untuk koruptor yang tidak kunjung efektif dan memberikan efek jera. Masyarakat lantas mengalami krisis kepercayaan terhadap penegakan hukum sehingga pada akhirnya menerima atau menganggap korupsi sebagai hal yang biasa,” jelasnya.
Selama demokrasi berbiaya tinggi masih dipertahankan, menurut Orin, kasus-kasus kepala daerah kena OTT KPK akan terus berulang. Apalagi, para kepala daerah yang berstatus petahana kerap menghalalkan segala cara demi terus berkuasa.
“Itu seperti lingkaran setan, orang yang dipilih dan terpilih melalui proses elektoral yang tidak sehat, ujung-ujungnya akan korup,” ucap Orin.
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan korupsi masih menjadi faktor utama penyebab meningkatnya kemiskinan dan ketidaksejahteraan masyarakat.
Menurut Boyamin, pemerintah harus mampu mengendalikan sistem pengetatan anggaran negara agar tidak terjadi kebocoran seperti pemerintahan sebelumnya.
“Hal yang perlu dilakukan Prabowo yaitu harus fokus membuat tata kelola pemerintahan yang baik agar kemudian tidak terjadi kebocoran dan kerugian anggaran baik itu melalui uang masuk dan uang keluar,” jelasnya. (mi)
TNI Harus Hormati Putusan MK Setelah KPK Bisa Usut Korupsi Militer