JEMBER – IndonesiaPos
Peraturan pemerintah nomor 23/2021 di Departemen Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang penyelenggara Kehutanan lewat program Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) ternyata menimbulkan sejumlah persoalan mendasar.
Pasalnya dengan munculnya peraturan tersebut banyak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab menggunakan kesempatan pemberian hak KHDPK untuk diperjual belikan maupun melakukan pengerusakan tanaman tegak dengan tujuan merubah ekosistem yang telah ada.
Dari penelusuran media dilapangan menyebutkan, sejak 2023 telah banyak pelaporan yang dilakukan masyarakat terkait persoalan tersebut. Salah satunya oleh Aliansi masyarakat pencinta lingkungan Jember.
Dalam laporannya yang dikirimkan kepada menteri lingkungan Hidup dan kehutanan serta beberapa lembaga terkait lainnya menyebutkan, ada persoalan yang sedang terjadi dilapangan, khususnya di hutan grintingan kecamatan Wuluhan dan hutan Sabrang kecamatan Ambulu.
Persoalan mendasarnya antara lain praktek jual beli lahan kawasan oleh masyarakat penerima hak KHDPK kepada pihak lain serta pengerusakan ekosistem tumbuhan produktif.
Menyikapi persoalan ini, media yang mengkonfirmasi Muhlisin Sabarna, kepala seksi utama kemitraan divisi regional perhutani Jawa timur menjelaskan, untuk program KHDPK, pemerintah melakukan kebijakan dalam pengelolaan kawasan hutan negara saat ini di jawa dibagi 2 yaitu ;
- Dengan Perdir 13 oleh perum perhutani dengan programnya KKP/KKPP seluas 1,3 juta Ha.
- Dengan P4 oleh kementerian kehutanan melalui BPSKL wil jawa seluas 1.1 juta ha.
Namun untuk riilnya dalam persoalan ini, dirinya meminta media untuk melakukan klarifikasi kepada pihak cabang Dinas kehutanan Jember.
” Terkait hal tersebut di atas mungkin ada baiknya panjenengan menanyakan ke Cabang Dinas Kehutanan Jember,”tuturnya.
Namun yang jelas menurut Muhlisin , program ini tujuannya untk kelestarian hutan, bukan bagi-bagi lahan
“Itu yg harus sama-sama dianut. Dan kita kawal sama-sama pak, untk lingkungan lebih baik lagi kedepan,”sambungnya
Dengan demikian Lanjutnya, siapapun tidak ada kewenangan dan hak untk memperjual belikan karena itu tanah negara.
Sementara itu persoalan jual beli lahan yang terjadi di hutan Sabrang desa Sabrang Ambulu menurut Lutfi, kepala desa Sabrang karena ulah oknum masyarakat berinisial Mj yang mengaku turut memperjuangkan memperolehan hak garap tersebut, padahal dia tidak pernah masuk dalam kepengurusan kelompok tani hutan yang mengusulkan pengelolaan kawasan hutan tersebut.
“Setahu saya oknum ini bukan pengurus kelompok tani yang mengusulkan hak pengelolaan kawasan hutan ke pusat,”ungkapnya.
Namun kini dirinya mendirikan kelompok tani hutan baru dan meminta hak untuk mengelola lahan kawasan hutan tersebut.
” Ya jelas saya tolak. Dan setahu saya dirinya juga yang diduga melakukan praktek jual beli kepada masyarakat pemilik hak garap lahan kawasan hutan untuk dibeli,”tambahnya.
“Dan ini yang bisa menjadi persoalan karena praktek jual beli tidak diperbolehkan dalam pengelolaan hak HKDPK,”pungkasnya.(Kik)
KPH Perhutani Bondowoso Raih Penghargaan Terbaik Bidang Publikasi Dari Gubernur Jatim