BONDOWOSO, IndonesiaPos
Wacana Hak Angket di lingkungan DPRD Bondowoso terkait PT Bogem dan PDAM nampaknya terus bergelinding dan mendapatkan sinyal positif dari sebagian besar anggota fraksi. Sebab, menurut mereka, kasus tersebut memang layak diangkat untuk dilakukan hak angket.
Ketua DPD LSM Jaka Jatim, Jamharir ketika dikonfirmasi mengemukakan bahwa nantinya hak angket terkait PT Bogem dan PDAM tidak hanya sekedar wacana melainkan harus dilakukan karena ada kesalahan yang telah dilakukan oleh pemerintah dimana kesalahan tersebut sangat fatal dan tak bisa diampuni.
“Jadi saya kira masalah ini harus diselesaikan melalui jalur hak angket. Ini masalah besar dan serius. Bagaimana seorang Bupati menggunakan hukum sesuai dengan seleranya. Tidak Boleh begitu. Hukum harus dijadikan panglima. Tidak bisa hukum itu disesuaikan dengan keinginan,” jelasnya.
Ia menilai rekruitmen PT. Bogem dan PDAM sudah bermasalah dari awal seleksi. Semua proses rekrutmen dilakukan dengan sengaja dan menabrak peraturan dan perundangan tentang BUMD.
“Dan pihak yang paling bertanggungjawab dalam masalah ini tentu adalah orang nomer satu dibirokrasi. Untuk itu sekda harus bertanggungjawab atas semua persoalan ini,”ujarnya.
- BACA JUGA :
- Komisi II DPRD Bondowoso Temukan Transaksi Tak Wajar di Laporan Keuangan PT Bogem
- Kejari Bondowoso Mulai Panggil Ketua Kelompok Tani, Libas Bersyukur
Jamharir mengemukakan perihal proses rekruitmen dewan pengawas (Dewas). Pada saat itu, tanggal 25 September 2019 Bupati membuat Perbup nomor 52 tahun 2019, Perbub nomor 72 tahun 2019, dan peraturan yang lebih tinggi Permendagri 57 dan PP 54 tentang pemberhentian dan pengangkatan dewan pengawas atau direksi. Kemudian dilakukan rekruitmen dan seleksi PT. Bogem dan PDAM.
Dalam rekruitmen dewas PDAM panitia seleksi (pansel) yang seharusnya diisi oleh ASN ternyata seluruhnya terdiri dari orang di luar ASN. Panitia membiarkan hal itu terjadi hingga dilantik oleh oleh Bupati. Akibatnya hal itu rame di media publik. Begitu diketahui salah melakukan kemudian Bupati membatalkan SK tersebut.
“Jika demikian adanya, Bupati melanggar hukum. Dan herannya, Sekda yang selama ini seharusnya menjadi filter terakhir dalam setiap keputusan utamanya terkait dengan hal administrasi justru membiarkan itu terjadi. Kita heran dan curiga apakah semua itu ada faktor sengaja atau tidak,” jelasnya.
Menurut Jamharir, orang nomer satu dibirokrasi ini dinilai bukan hanya bermuka tembok melainkan justru ingin menjerumuskan Bupati ke dalam kubangan dan ke dalam masalah hukum.
“Ternyata Sekda tidak mampu memberikan contoh dan menunjukkan kinerja yang baik, malah sebaliknya dia itu ingin menjerumuskan, ” terangnya. (Lis)