BONDOWOSO, IndonesiaPos
Carut marut terkait peraturan dan perundangan, yang sering tak sesuai dengan pelaksanaanya sehingga kerap menimbulkan persoalan yang tak kunjung selesai.
Hal tersebut disampaikan anggota Pansus PDAM dan PT. Bogem DPRD Bondowoso dari Fraksi PKB, H. Sutriono, S.Ag., MM usai rapat Pansus. Kamis (13/2/2020) malam.
Dalam menyusun Peraturan Bupati, sesuai dengan amanah UU 12 tahun 2011 sebagaimana dirubah UU 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Peraturan Daerah (Perda) adalah rumahnya, baru menyusun Peraturan Bupati (Perbup) sebagai isi rumahnya.
“Peraturan Daerah adalah rumahnya, baru Peraturan Bupati sebagai aturan isinya. Untuk membuat Perda maka harus melakukan perubahan Perda dulu. Ini Bondowoso lucu. Aturan Rumahnya belum dibikin, malah buat aturan isinya, dan salah lagi”, kata H. Sutriono.
Menurutnya, Sekda juga tidak memahami dan melanggar UU 12 tahun 2011 sebagaimana dirubah UU 15 tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Sementara Kedudukan Peraturan Kepala Daerah diatur dalam pasal Pasal 7 ayat (1) mengatur bahwa, Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Sehingga kedudukan Perbup Bondowoso 52 Tahun 2019, secara hierarki Peraturan Bupati tersebut, keberadaannya tanpa alas hukum.
“Perbub 52 Tahun 2019 juga melanggar Permendagri 80 Tahun 2015, Pasal 42 ayat (1),tegasnya.
Sedangkan untuk melaksanakan Perda atau atas kuasa peraturan perundang-undangan, Kepala Daerah menetapkan perkada dan/atau Peraturan Bupati/Kepala Daerah. Didalam Perbub 52 Tahun 2019, sebelum terbitnya Perda, penyesuaian dari Perda BUMD PDAM menjadi Perda PERUMDA.
“Saya mengamati selama ini, Sekda tak mampu memimpin Birokrasi. Seharusnya, Sekda selaku pembantu Bupati telah menciptakan hubungan eksekutif dan legislatif tidak harmonis,”tandasnya.
Dia menegaskan, pemerintah daerah itu butuh DPRD? Setiap rupiah anggaran yang digunakan pemerintah tetap membutuhka persetujuan DPRD?. Eksekutif dan legislatif itu mitra. DPRD bukan lembaga yang hanya melegitimasi keinginan eksekutif.
“Jika DPRD sudah tidak dianggap sebagai mitra, ya silahkan. Dan jangan pernah eksekutif mengajukan pembahasan APBD kepada DPRD. Silahkan menggunakan anggaran tanpa keputusan DPRD. Karena setiap rupiah yang digunakan eksekutif, harus ada keputusan DPRD”,tegas anggota Fraksi PKB ini.
Politisi PKB asal dapil II ini menyayangkan sikap Sekda yang memperlihatkan ketidakmampuanya sebagai menejer Pemkab. Menurutnya, Sekda itu adalah pembantu Bupati dalam menyusun kebijakan pemerintahan, sebagaimana tertuang di UU 23 tahun 2014 pasal 213 yang memerintahkan sekda untuk melakukan penyusunan kebijakan dan pengkoordinasian administratif terhadap pelaksanaan tugas perangkat daerah serta pelayanan administratif.
“Kita lihat selama ini Sekda berprilaku sebagai Bupati bukan sebagai pembantu Bupati. Terkadang Bupati dilangkahi, Tidak salah ketika banya orang bilang Sekda Rasa Bupati,”imbunya.