<

Fraksi PDIP Bakal Ajukan Nota Keberatan Terkait Revisi UU MK

JAKARTA – IndonesiaPos

PDI Perjuangan secara tegas mengajukan nota keberatan atau minderheit nota soal revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Diketahui, revisi UU MK saat ini tinggal menunggu rapat paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi UU.

“Kita tegak lurus pada perintah partai. Tentu saja kan kita minderheit nota,” tegas Ketua Komisi III DPR dari fraksi PDIP, Bambang Wuryanto, Senin (27/5/2024).

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad membantah adanya pembahasan sembunyi-sembunyi terhadap revisi UU MK. Dasco juga menyebut tak ada yang ditutup-tutupi saat pengambilan keputusan tingkat I terhadap revisi tersebut antara Komisi III DPR bersama pemerintah.

“Terkait revisi Undang-Undang MK, saya pikir itu sudah masuk dalam tahap persetujuan antara DPR dan pemerintah, dan juga untuk memparipurnakan pun ada mekanisme-mekanisme yang harus dilalui melalui rapim Bamus dan juga pada saat ini sedang diharmonisasi oleh Badan Keahlian,” papar Dasco di Gedung Nusantara II, DPR RI, Jakarta, Senin.

Adapun revisi keempat atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai akan mengancam eksistensi Indonesia sebagai negara hukum.

Hal itu disampaikan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva dalam diskusi ‘Sembunyi-sembunyi Revisi UU MK Lagi’, Kamis (16/5). Hamdan menyebut revisi UU MK tersebut tak hanya akan mengancam eksistensi Indonesia sebagai negara hukum, tetapi juga independensi lembaga peradilan di negeri ini.

“Kalau lembaga peradilan kehilangan independensinya, maka tamatlah riwayat negara hukum itu,” tegas Hamdan.

Sebelumnya, pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, menilai revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2023 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) punya tendensi untuk menyingkirkan hakim konstitusi tertentu. Terlebih pembahasan revisi tersebut dilakukan di masa reses anggota DPR.

“Jelas situasi berupaya menyingkirkan hakim-hakim tertentu yang punya sikap dan upaya menegakkan konstitusi,” kata Feri saat dihubungi, Selasa, 14 Mei 2024.

Feri mengatakan bahwa pembahasan yang dilakukan senyap itu tak mengakomodir ruang kepentingan publik. MK tengah ditawan melalui sebuah produk undang-undang.

“Bagi saya ini masalah-masalah yang disengaja untuk mencoba menawan Mahkamah Konstitusi,” ucap Feri.

Mantan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas itu menekankan mestinya MK dijauhkan dari pembentuk undang-undang. Pasalnya, mahkamah bertugas mengoreksi produk hukum yang dihasilkan dari DPR.

“Jadi aneh kalau MK dikoreksi oleh kepentingan pembentuk undang-undang. Apalagi upaya MK diubah undang-undang ini sudah berkali-kali, artinya pembentuk undang-undang tidak matang mengubah dan merancang konstruksi bangunan MK yang mestinya independen,” jelas Feri.

Seperti diketahui, DPR RI dan pemerintah telah menyepakati revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2023 tentang MK dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan.

Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir memimpin rapat kesepakatan revisi UU MK dibawa ke paripurna. Adies telah meminta persetujuan dari para Anggota Komisi III dan Menko Polhukam Hadi Tjahjanto.

“Atas nama pemerintah, kami menerima hasil pembahasan Revisi UU di tingkat Panitia Kerja (Panja), yang menjadi dasar pembicaraan atau pengambilan keputusan tingkat I pada hari ini. Pemerintah sepakat untuk dapat meneruskan pembicaraan dan pengambilan keputusan tingkat II terhadap Revisi UU Mahkamah Konstitusi di Sidang Paripurna DPR-RI,” kata Hadi Tjahtanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip melalui keterangan tertulis, Senin.

Megawati Pertanyakan Urgensi Revisi UU MK dan Penyiaran

BERITA TERKINI