<

Pemborosan 92,9 Miliar Program Bansos Beasiswa Pemkab Jember

JEMBER, IndonesiaPos – Terhadap sekian banyak persoalan yang jadi sorotan BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Jember tahun 2019, KH.Saiful Ridjal, salah satu tokoh Pesantren yang dikenal juga sebagai aktivis pergerakan yang lebih suka dipanggil Gus Saif, berharap agar semua Kiayi dan tokoh agama yang ada di Jember bisa menyempatkan diri untuk membacanya atau minimal mau mendengarkan tentang fakta fakta kecurangan dan pelanggaran pengelolaan keuangan negara oleh Pemerintah Kabupaten Jember. “Agar beliau beliau itu paham, bahwa Bupati Faida telah melanggar, sembrono, lalai dan gagal mengelola uang negara sesuai dengan aturan perundangan,” ujarnya kepada IndonesiaPos Minggu sore 5 Juli 2020.

“LHP BPK ini kan dilakukan oleh ahlinya. Dan saya yakin, bahwa opini Disclaimer ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan politik pilkada. Ini murni penilaian terhadap kinerja Bupati Faida dari kacamata pengelolaan keuangan negara. Artinya, mengungkap isi LHP BPK itu jangan terus dimaknai membuka aib Faida untuk kepentingan Pilkada. Apalagi untuk kepentingan para calon. Tapi benar-benar mengungkap kegagalan pemerintahan yang tidak amanah, agar masyarakat awam paham apa yang sedang terjadi” sambungnya.

Sebagai informasi, sebelumnya Gus Saif yang dikenal sebagai salah satu Kiayi yang getol mendorong agar komunitas pesantren mengetahui seluk beluk persoalan APBD, sejak tahun 2017 yang lalu, ia bahkan menggagas acara Ngaji APBD di pesantrennya (PPI ASHRI Talangsari) yang menghadirkan Ketua DPRD (kala itu) Thoif Zamroni dan tokoh tokoh lainnya untuk memaparkan seputar APBD didepan limapuluhan Guru Ngaji yang tergabung dalam organisasi Persaudaraan Guru Ngaji (Persada Agung). “Agar tidak mudah dibodohi oleh penguasa” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, atas Laporan Keuangan Tahun 2019, Kabupaten Jember mendapatkan opini “Disclaimer” oleh BPK RI Perwakilan Surabaya. Dan predikat ini, menjadi pertama kali untuk Jember. Tahun sebelumnya 2018, Jember mendapatkan WDP.

BACA JUGA  : Disclaimer, Klimaks Kesalahan Bupati Faida Dimata Badan Pemeriksa Keuangan

IndonesiaPos sebelumnya juga telah mengupas tentang kebijakan Bupati Faida tentang anggaran Bantuan Sosial (Bansos) Pemberian Bea Siswa Untuk 6.904 Mahasiswa senilai 75 Miliar yang dinyatakan menyalahi ketentuan perundangan oleh BPK.

Kali ini IndonesiaPos menyajikannya kembali poin-poin temuan BPK berdasarkan Buku II Halaman 32-43 LHP BPK 2019, yang mengungkap hasil pemeriksaan BPK dari sisi Sistem Pengendalian Intern Pemkab Jember tentang Pengelolaan Belanja Bansos Beasiswa Tahun 2019 sebesar Rp95,281 milyar yang dinyatakan Tidak Memadai.

BPK menemukan Jumlah calon penerima dan nilai bansos beasiswa yang ditetapkan dalam keputusan Bupati berbeda dengan yang dianggarkan dalam DPA dan DPPA serta tidak validnya identitas calon penerima pada Keputusan Bupati. Ini menunjukkan bahwa dalam SK Bupati tentang nama penerima beasiswa tidak mengacu pada rincian nama dan nilai bantuan yang ditetapkan di dokumen DPA dan DPPA yang telah dibahas bersama dengan DPRD. Ironisnya, meski BPK telah melakukan wawancara dengan Kasie Kelembagaan dan Kesiswaan Dinas Pendidikan selaku Panitia Pelaksana Beasiswa, tetapi BPK tetap tidak memperoleh penjelasan terkait sebab terjadinya kondisi tersebut.

Hasil pemeriksaan atas dokumen Keputusan Bupati tentang penetapan nama penerima beasiswa juga menunjukkan terdapat KETIDAK-VALID-AN identitas penerima, antara lain, ada 17 nama penerima dengan nomor KTP sama yang tercantum lebih dari satu kali pada nomor SK Bupati yang sama, ada enam nomor KTP sama namun atas nama penerima yang berbeda, ditemukan sepuluh nama penerima pada perguruan tinggi yang berbeda memiliki nomor rekening sama, terdapat 106 nama penerima memiliki Nomor Induk Mahasiswa (NIM) sama, dan ada 81 nama penerima memiliki nomor handphone yang sama.

BACA JUGA : Bea Siswa 75 Milyar Untuk 6.904 Mahasiswa Tidak Tepat, Pemkab Jember Ditengarai Politis

Berikutnya, BPK menemukan Pemberian Beasiswa Jenjang S2 dan S3 Sebesar Rp2,564 Miliar. Dan ini jelas melanggar Perbup Nomor 54 Tahun 2017 yang mengatur maksud dan tujuan pemberian beasiswa adalah untuk membantu kelancaran proses belajar di peguruan tinggi negeri atau swasta jenjang S1/D4/D3 serta peningkatan kualitas sumber daya manusia masyarakat Kabupaten Jember.

Temuan BPK menyebutkan, berdasarkan SK Bupati Nomor 188.45/537/1.12/2019 dan 188.45/538/1.12/2019, ternyata beasiswa tidak hanya diberikan untuk jenjang S1/D4/D3 namun juga untuk jenjang S2 dan S3. Nilai anggaran beasiswa untuk jenjang S2 sebesar Rp2,440 milyar untuk 232 mahasiswa, sedangkan untuk jenjang S3 sebesar Rp123,5 juta untuk 9 mahasiswa. Realisasinya hanya sebesar Rp1,532 milyar, jenjang S2 sebesar Rp1,466 milyar dan jenjang S3 sebesar Rp65,75juta.

Selanjutnya, temuan BPK juga mengungkap bahwa Penetapan dan Pembayaran Beasiswa Tahun 2019 Sebesar Rp75,284 Milyar untuk Mahasiswa yang Pernah Menerima Beasiswa pada Tahun 2017 dan 2018 ternyata dilakukan Tanpa Proses Verifikasi dan Validasi.

Selain ditemukan dokumen usulan pengajuan permohonan Bansos Beasiswa Tidak di-administrasikan secara memadai, temuan BPK juga menyebutkan bahwa proses verifikasi dan validasi usulan pengajuan proposal dari calon penerima oleh tim manajemen beasiswa tidak sesuai juknis. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Proses verifikasi dan validasi Tim Manajemen atas usulan yang diterima tidak didokumentasikan, Terdapat 2.980 orang mahasiswa penerima bantuan tidak didukung data nomor KTP, Keputusan bupati tidak didukung rekomendasi maupun berita acara rekomendasi dari keputusan pewawancara dan hasil verifikasi dan validasi tim entry data; dan Tim Manajemen tidak melakukan verifikasi dan validasi atas 6.904 calon penerima beasiswa Tahun 2017 dan 2018 yang dibayarkan pada Tahun 2019.

Dengan proses verifikasi dan validasi usulan yang tidak sesuai juknis tersebut, maka berdampak antara lain :

  1. Terdapat 20 mahasiswa menerima UKT dan/atau biaya hidup sebesar Rp133,8juta, namun namanya tidak tercantum di keputusan bupati.
  2. Terdapat 63 mahasiswa menerima UKT dan/atau biaya hidup sebesar Rp377,961juta, namun nama perguruan tinggi yang tercantum di lampiran SP2D berbeda dengan keputusan bupati.
  3. Terdapat pembayaran beasiswa untuk UKT melebihi yang ditetapkan dalam keputusan bupati kepada 78 mahasiswa sebesar Rp201,834 juta. Hasil konfirmasi kepada empat mahasiswa diketahui bahwa nilai UKT sesuai permohonan adalah sebesar yang ditetapkan dalam keputusan bupati. Terkait nilai pembayaran yang melebihi nilai keputusan bupati, mahasiswa bersangkutan tidak mengetahui karena besaran pembayaran UKT tidak pernah diinformasikan oleh pihak perguruan tinggi maupun Pemerintah Kabupaten Jember.
  4. Terdapat pembayaran beasiswa untuk biaya hidup melebihi yang ditetapkan dalam keputusan bupati kepada 14 mahasiswa sebesar Rp90 juta.

Berikutnya, BPK juga mengungkap hasil pemeriksaan atas data hasil input dan verifikasi Tim Pewawancara dan Tim Entry Data menunjukkan nilai uang biaya hidup yang ditetapkan dalam keputusan bupati untuk 1.797 penerima nilainya melebihi hasil verifikasi dan validasi dari Tim Pewawancara dan Tim Entry Data sebesar Rp16,173 juta/tahun. Tim Manajemen Pemberian Beasiswa menjelaskan bahwa terdapat perubahan kebijakan oleh bupati ketika pembahasan bersama.

Mekanisme Pembayaran UKT atas 1.719 Penerima Beasiswa ke Rekening Mahasiswa, Bukan Rekening Perguruan Tinggi. Dalam setiap keputusan bupati tentang penetapan nama penerima beasiswa dijelaskan bahwa UKT dibayarkan kepada perguruan tinggi tempat mahasiswa melakukan studi setiap semester, sedangkan uang biaya hidup dibayarkan setiap bulan ke rekening masing-masing mahasiswa. Berkaitan dengan pembayaran UKT, Pemerintah Kabupaten Jember tidak pernah menyusun perjanjian kerjasama dengan universitas tempat mahasiswa melakukan studi. Hasil pemeriksaan atas dokumen lampiran SP2D menunjukkan terdapat 1.318 penerima beasiswa ditetapkan menerima UKT dan biaya hidup, namun pembayaran UKT bukan ke rekening perguruan tinggi namun ke rekening mahasiswa bersangkutan sebesar Rp5,761 milyar.

Berdasarkan konfirmasi kepada empat mahasiswa penerima beasiswa diketahui bahwa hal tersebut terjadi karena pembayaran UKT kepada perguruan tinggi ditalangi terlebih dahulu oleh mahasiswa bersangkutan sehingga ganti pembayarannya ditransfer ke rekening mahasiswa.

Proses pembayaran UKT dengan mekanisme tersebut di atas tidak sesuai dengan yang diatur dalam keputusan bupati. Selain itu, dengan adanya kelemahan pengendalian dalam proses usulan, verifikasi dan validasi, dan penetapan nama penerima beasiswa sebagaimana diungkapkan dalam kondisi sebelumnya di atas maka mekanisme pembayaran UKT kepada mahasiswa rawan penyelewengan.

Pelaporan dan Pertanggungjawaban Beasiswa Tidak Sesuai Permendagri Nomor 32 Tahun 2011. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa:

  1. Perjanjian antara Pemerintah Kabupaten Jember dengan penerima beasiswa dan perguruan tinggi tidak pernah dibuat;
  2. Penerima beasiswa tidak pernah menyusun dan menyampaikan laporan penggunaan kepada bupati melalui PPKD dan Dinas Pendidikan;
  3. Tidak ada dokumen pakta integritas dan surat pernyataan tanggung jawab dari penerima bantuan; dan
  4. Penerima bansos beasiswa tidak pernah menyampaikan bukti pengeluaran atas penggunaan bantuan.

BPK menyimpulkan, atas kelemahan dan pelanggaran tersebut, mengakibatkan :

  1. Risiko terjadi pembayaran beasiswa kepada penerima yang tidak berhak.
  2. Pemborosan keuangan daerah sebesar Rp92,9 Milyar atas Pembayaran beasiswa S2 dan S3 sebesar Rp1,532 milyar, Pembayaran biaya hidup tidak sesuai hasil verifikasi-validasi pewawancara sebesar Rp16,173 milyar; dan Pembayaran beasiswa Tahun 2017 dan 2018 yang dibayarkan pada Tahun 2019 tanpa verifikasi ulang sebesar Rp75,284 milyar.
  3. Risiko maksud dan tujuan pemberian beasiswa tidak tercapai.
  4. Risiko penyalahgunaan pembayaran UKT atas kesalahan transfer ke penerima beasiswa dan perguruan tinggi. (Kus)

BERITA TERKINI