JAKARTA, IndonesiaPos
Mengantisipasi kerumunan atau pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 di Jakarta, yang dianggap gagal tak bisa serta-merta mengkambinghitamkan Pilkada 2020. Terlebih, pesta demokrasi di 270 daerah ini berlangsung di 9 provinsi dan diikuti lebih dari 100 juta pemilih.
“Menurut saya tidak bisa pilkada dijadikan kambing hitam oleh pelanggar protokol kesehatan. Sepegentahuan kami di Komisi II, monitoring dan evaluasi protokol kesehatan dilakukan dalam rentang waktu harian, mingguan dan bulanan,” ujar Anggota Komisi II DPR RI Nasir Djamil kepada media , Rabu (18/11/2020).
Selain itu, kata dia, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) telah mengatur protokol kesehatan Covid-19 dalam pelaksanaan pilkada, Gugus Tugas Covid-19 juga ikut mengontrol realisasinya di lapangan. Sekalipun tahapan pendaftaran pasangan calon muncul sejumlah pelanggaran, namun hingga kini jumlahnya hanya 2,2 persen dalam keseluruhan tahapan pilkada.
Baca Juga : PA 212 Ancam Tetap lakukan Reuni, Ketum Satu Hati Minta TNI Polri Jangan Ragu Bertindak
“Angkanya kecil tapi tidak boleh dianggap remeh. Saya menilai dan melihat Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sangat ‘cerewet’ soal protokol Covid-19 dan menegur dan mengumumkan ke publik daerah yang melanggar protokol Covid-19,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Mochammad Afifuddin menilai protokol kesehatan tidak boleh diabaikan. Digelar atau tidak pilkada 2020, semua masyarakat mesti menjalankan aturan ini.
“Kalau pun tidak ada pilkada, pelanggaran protokol kesehatan harus tetap ditindak oleh kepolisian. Apalagi di daerah yang ada peraturan daerah terkait itu,” terangnya.
Ia mengatakan, pelanggaran protokol kesehatan di pilkada akan ditangani dengan penerapan sanksi.
“Nah, untuk yang urusan kegiatan pilkada, ada ruang Bawaslu menjalankan kewenangannya, mencegah, memberi surat peringatan, membubarkan. Dan itu sudah kita lakukan,” ujarnya.
Baca Juga : Kabid Humas Polda Metro Jaya Bantah Kriminalisasi Anies
Pengamat Politik Adi Prayitno juga menyatakan pandangan yang sama. Menurut dia, kegagalan mengantisipasi kerumunan yang diharamkan protokol kesehatan Covid-19 tidak patut menyamakan dengan kasus di pilkada.
Seharusnya pemerintah daerah sigap mengantisipasi dan mencegah terjadinya pelanggaran ini.
“Terkesan penindakan pelanggaran protokol setelah ada kejadian, bukan dicegah sebelum terjadi kerumunan. Seperti yang terjadi belakangan di Bandara dan Petamburan. Mestinya dicegah dan ditindak agar tak berkerumun,” pungkasnya.