JAKARTA, IndonesiaPos – Lembaga survei New Indonesia Research & Consulting menyebutkan elektabilitas Nasdem mengalami penurunan usai mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden. “Setelah resmi mencapreskan Anies, elektabilitas Nasdem makin terpuruk hingga di bawah parliamentary threshold (ambang batas parlemen),” kata Direktur Eksekutif New Indonesia Research & Consulting Andreas Nuryono dikutip dari Antara, Sabtu, 22 Oktober 2022.
Elektabilitas Jadi 3,8 Persen
Ia menyebut elektabilitas Nasdem saat ini sebesar 3,8 persen, yang artinya turun di bawah ambang batas parlemen sebesar 4 persen.
Keputusan Nasdem untuk mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden menimbulkan guncangan di tubuh partai yang mengusung gagasan restorasi Indonesia tersebut.
Sejumlah kader dan pengurus di daerah-daerah menyatakan mundur dari Nasdem.
BACA JUGA :
- Ganjar Siap Maju Nyapres, Relawan Mulai Bergerak Masif
- Ganjar Siap Jadi Capres 2024, Hasto Tak Khawatir Kader Terbaik PDIP Dibajak Partai Lain
Disebut Makin Tergerus.
Tren penurunan elektabilitas Nasdem sudah terjadi sejak Rakernas Nasdem yang memutuskan tiga nama capres, termasuk Anies.
Elektabilitas Nasdem pun makin tergerus ketika akhirnya capres dukungan Nasdem mengerucut pada Anies.
Pada bulan Februari 2022, elektabilitas Nasdem berada di atas ambang batas parlemen. Ketika itu elektabilitas Nasdem dicatat sebesar 5,3 persen. Pada bulan Juni 2022, elektabilitasnya turun menjadi 4,4 persen, dan pada bulan Oktober 2022 sebesar 3,8 persen.
“Nasdem merupakan salah satu partai pendukung Jokowi sejak periode pertama, dan berada di kubu Ahok pada Pilkada DKI Jakarta yang memenangkan Anies,” kata Andreas.
BACA JUGA :
- Kapolres Blitar Kota Bersama Kepala BPBD Tinjau Lokasi Longsor di Jalan Raung
- Irjen Teddy Perintahkan Bubuk Sabu Disisihkan Untuk Bonus Anggota
Muncul Desakan agar Nasdem Mundur dari Koalisi
Sekarang pun, kata dia, Nasdem masih menjadi bagian dari koalisi pemerintahan Jokowi. Belakangan, desakan agar Nasdem mundur dari koalisi disuarakan mengingat Anies dianggap sebagai figur sentral kekuatan oposisi terhadap Jokowi.
Sementara itu, PDI Perjuangan sebagai partai utama pengusung Jokowi masih unggul dengan elektabilitas 18,3 persen. Gerindra berada pada peringkat kedua sebesar 13,0 persen, disusul oleh Partai Golkar (7,7 persen), PKB (7,1 persen), dan PSI (5,7 persen).
Partai-partai oposisi berkumpul di papan tengah, yaitu Partai Demokrat (5,5 persen) dan PKS (5,2 persen). Sementara itu, dua partai koalisi pemerintah, yakni PAN (2 persen) dan PPP (1,7 persen), yang seperti Nasdem juga terancam tidak lolos ke Senayan.
Sri Mulyani Sebut, APBN Indonesia Surplus Rp60 Triliun di Bulan September
Kehadiran partai-partai baru turut mengancam keberadaan partai parlemen, elektabilitas Gelora sebesar 1,3 persen, Perindo (1,1 persen), dan Partai Ummat (1 persen). Selanjutnya, Hanura (0,5 persen) dan PBB (0,3 persen), sisanya partai-partai lain 0,7 persen, dan yang menjawab tidak tahu/tidak jawab 25,1 persen.
Untuk bisa mengusung capres/cawapres, hanya PDI Perjuangan yang mencukupi ketentuan presidential threshold 20 persen. Partai-partai lain harus membentuk koalisi, yang sudah terbentuk adalah Gerindra dan PKB, kemudian Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) beranggotakan Golkar, PAN, dan PPP.
Nasdem berupaya menggalang koalisi bersama Demokrat dan PKS, tetapi terganjal soal siapa cawapres yang bakal mendampingi Anies.
“Mengambil risiko anjloknya elektabilitas, NasDem berharap bisa mendapatkan coattail effect dengan mengusung Anies,” kata Andreas.
Sejauh ini, kata Andreas, belum tampak migrasi pendukung Anies ke NasDem mengingat belum pastinya koalisi.