JEMBER, IndonesiaPos – Dugaan terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Kabupaten Jember semakin santer dan vulgar terdengar ditelinga publik. Terlebih sejak digelarnya Panitia Angket DPRD Jember. Tetapi fakta dilapangan, sejak pertengahan tahun 2019, Aparat Penegak Hukum di Jember masih saja hanya berkutat pada temuan kasus proyek Pasar Manggisan saja. Banyak temuan lain yang samasekali belum tersentuh dan hanya sekedar menjadi konsumsi media.
Berdasarkan dokumen Laporan Hasil Panitia Angket yang diketahui baru-baru ini juga telah diterima langsung oleh Kapolda Jatim dan Kajati Jatim, IndonesiaPos kali ini menyajikan salah satu hasil temuan Panitia Angket tentang proyek Gedung Rawat Jalan 4 Lantai bernilai 16 Milyar.
Rumah Sakit Daerah dr Soebandi sebenarnya telah memiliki Masterplan pengembangan sampai dengan Tahun 2024, masterplan inilah yang kemudian menjadi dasar pengusulan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan Gedung Rawat Jalan Lantai 4 yang disetujui oleh Kemenkes pada Tahun 2018 sebesar 16 Milyar.
Maka berikutnya, DPA Dinkes tahun 2018 juga telah mencantumkan anggaran pembangunan Gedung tersebut dengan perincian : anggaran jasa konsultan perencanaan Rp.498juta, konsultan pengawasan sebesar Rp332 juta dan pembangunan gedung sebesar Rp.15,781 Milyar. Tetapi, diduga bertujuan untuk menghindari lelang, berikutnya Bupati Jember malah meminta agar anggaran jasa konsultasi perencanaan pembangunan Gedung Rawat Jalan Lantai 4 agar dialihkan dari anggaran DAK ke BLUD.
Sejak Januari 2018, Direktur RSD dr Soebandi sebenarnya telah mengajukan surat usulan pelaksanaan lelang jasa konsultasi perencanaan proyek tersebut kepada Bupati, dengan pertimbangan, apabila sampai dengan bulan Juli 2019 belum terserap, maka anggaran DAK akan hangus. Namun, sampai dengan bulan Mei 2019 belum ada jawaban dari Bupati Jember terhadap usulan pelaksanaan lelang dimaksud;
Akhirnya, dibulan Mei 2019 dilakukanlah “desk pendopo” yang dipimpin Bupati dan dihadiri oleh Kepala Bappekab Fauzi, dr.Nurul (Kadinkes saat itu), perwakilan BPKAD dan Direktur RSD. Atas saran dari Fauzi di forum desk pendopo itu, Bupati kemudian memerintahkan Direktur RSD dr Soebandi untuk menggunakan dana BLUD pada anggaran jasa konsultasi perencanaan proyek tersebut menggunakan metode pengadaan langsung agar dapat menyerap anggaran DAK 16M sebelum Juli 2019. Tetapi, dr. Endro menolak pengalihan anggaran dari DAK ke BLUD, karena dari awal tidak ada penganggaran jasa konsultasi perencanaan pembangunan Gedung Rawat Jalan Lantai 4 dalam penetapan BLUD 2019. Alhasil, lelang tetap dilaksanakan menggunakan anggaran DAK, namun akhirnya lelang tersebut dinyatakan gagal.
Dalam Perubahan APBD 2019, berikutnya anggaran jasa konsultasi perencanaan pembangunan Gedung Rawat Jalan Lantai 4 itu dianggarkan melalui anggaran BLUD. Dan akhirnya, proyek itu bisa dilaksanakan sekitar bulan Oktober 2019;
Setiap kali dilaksanakan desk pendopo, Bupati selalu didampingi oleh Kepala Bappekab Fauzi, dr Nurul (KadinKes kala itu), dan seringkali dihadiri juga oleh Joko Inspektorat dan perwakilan BPKAD. Sedang dari pihak swasta, dr Benny, Sugeng Irawan Widodo dan Fariz, diperkenalkan oleh Bupati Faida sebagai konsultan perencana gedung Puskesmas dan Rumah Sakit yang sudah profesional. Dan yang menarik, dalam desk pendopo itu juga terungkap, meski belum ada penandanganan kontrak, dr. Benny dkk bisa memaparkan hasil perencanaan berupa gambar design dan RAB.
Informasi lain menyebutkan, dalam situs resmi lelang elektronik, gedung empat lantai itu diketahui telah direncanakan sejak 2018 untuk poli rawat jalan. Dinas Kesehatan membuat pagu anggaran Rp 26,74 miliar, dan meluncurkan HPS Rp 25,59 miliar. Lelang kala itu dimenangkan PT Hutomo Mandala Perkasa (HMP). Namun, perusahaan itu tidak mendapatkan surat perintah kerja sampai akhir tahun anggaran.
Tahun 2019, Launching lelang berubah nilainya. Pagu Rp 26,74 miliar, tapi HPS melorot ke angka Rp 12,85 miliar. Proses lelang terjadi berulang berkali-kali. Hingga klimaks tender dimenangkan oleh PT JKS. Namun waktu yang tersedia mepet dengan akhir 2019, hingga pelaksaanaan kontruksinya baru selesai setelah memasuki tahun 2020.
Sementara, Ketua Forum Masyarakat Jasa Konstruksi Agustono berpendapat ;
“ Temuan Panitia Angket itu sudah begitu vulgar. Bahasa menghindari lelang disini sudah mengindikasi adanya kolusi. Apa dasarnya ketika proses dari perencanaan diperlakukan menghindar dari aturan” ujarnya. (Kus)