<

Potensi Abuse of Power Penggunaan APBD di Pilkada Jember 2020

Ditulis Oleh : Kustiono Musri. Aktifis Gerakan Perubahan Jember

KEBIJAKAN spektakuler sekaligus kontroversial Bupati Faida ditengah pandemi Covid-19 yang menganggarkan anggaran penanganan Covid-19 sebesar 479 Milyar rupiah dana APBD tanpa melibatkan peran dan fungsi DPRD Jember, ternyata tidak membuat masyarakat Jember memberikan persepsi kepuasan terhadap Pemkab Jember dalam menangani wabah Covid-19. Publik Jember tetap cemas dan cenderung tidak puas terhadap kinerja Pemkab Jember dibawah pimpinan Bupati Faida.

Anggaran penangan Covid-19 yang diketahui menjadi anggaran terbesar tingkat Kabupaten se Indonesia, akhirnya menjadi perhatian nasional. Dalam rapat dengar pendapat DPR RI Komisi III bersama KPK beberapa waktu yang lalu, politisi Gerindra Habiburohman sempat menyebut Jember dengan anggaran besarnya tersebut, bahkan lebih ramai lagi ketika rapat dengar pendapat di Komisi II bersama Mendagri Tito Karnavian. Potensi rawannya penyelewengan anggaran Covid dan Bansos menjelang Pilkada oleh Kepala Daerah yang disampaikan oleh Mendagri, mendapat tanggapan serius dari Johan Budi, politisi PDI Perjuangan dan kontan disambut dengan interupsi tentang yang terjadi di Jember oleh Wakil rakyat dari Dapil Jember Lumajang dari PDI Perjuangan Arif Wibowo, juga oleh Mardani Ali Sera dari PKS, dan pimpinan sidang Ketua Komisi III Ahmad Doli Kurnia Tanjung dari Golkar.

Kondisi tersebut semakin tergambar dari rilis hasil survey Citra Publik oleh Lembaga Survey LSI Denny JA. Rilis ini disampaikan pada publik melalui konpres di Hotel Aston Jember Selasa 28 Juli 2020.

Kekhawatiran publik Kab. Jember terhadap potensi tertular virus Covid-19 cukup tinggi. Sebesar 98% publik menyatakan bahwa mereka pernah mendengar informasi mengenai virus. 80,1% publik sangat/ cukup percaya dengan adanya virus Covid-19 dan sebesar 58,4% publik menyatakan virus Covid-19 ini Sangat berbahaya/berbahaya.

Penilaian publik terhadap kinerja pemerintah Kabupaten Jember dalam penanganan Covid-19 tergambar dari aneka data survei. Ibarat penilaian Rapor, Pemerintah Kabupaten Jember mendapatkan rapor merah atau penilaian yang cenderung negatif.

Demikian kesimpulan terbaru hasil survei Citra Publik – LSI Denny JA. Survei ini dilakukan secara tatap muka, dengan protokol kesehatan yang ketat pada tanggal 9-13 Juli 2020, menggunakan 1000 responden yang tersebar di seluruh kecamatan, dengan Margin of Error (MoE) sebesar +/- 3,16%. Selain survei kuantitatif, LSI Denny JA juga menggunakan riset kualitatif untuk memperkuat temuan dan Analisa.

Kekhawatiran terhadap terkena virus ini terkonfirmasi oleh persepsi publik tentang aneka informasi, bahwa sebesar 90% publik mengetahui bahwa virus Covid-19 dapat menular dari satu orang ke orang lain, dan sebesar 90,8% mengetahui orang yang terkena virus Covid-19 bisa meninggal. Sebesar 81,5% publik mengetahui gejala Covid-19 diantaranya demam tinggi, batuk dengan lendir, sesak nafas dan nyeri dada.

Dalam hal kinerja pemerintah dalam menangani Covid-19, hasil survei menemukan setidaknya 5 (Lima) persepsi negative atau rapor merah atas kinerja Pemerintah Kabupaten Jember. Pertama, mayoritas publik (57,2%) menyatakan tidak pernah mendapat bantuan sosial. Mereka yang menyatakan pernah mendapat bantuan sebesar 30,3% dan 12,5% tidak menjawab.

Mereka yang menyatakan tidak pernah mendapat bantuan sosial, dari segmen etnis Madura (54,2%) menyatakan tidak pernah menerima bantuan sosial. Etnis lain yang tidak pernah menerima bantuan yaitu Jawa (61,2%) dan Lainnya (16,7%)

Pada segmen Pendidikan, mayoritas publik yang berpendidikan SD  sebesar (51,9%) menyatakan tidak pernah mendapat bantuan sosial. Sebesar (55,6%) publik Pendidikan SMP menyatakan tidak pernah mendapat bantuan. (75,2%) publik Pendidikan SMA juga tidak pernah mendapat bantuan. Sedangkan mereka yang menyatakan pernah kuliah sebesar (62,9%) menyatakan tidak pernah mendapat bantuan sosial.

Mereka yang tidak mendapatkan bantuan sosial dari segmen Gender, sebesar (56,7%) perempuan menyatakan tidak mendapat bantuan sosial dari Pemda. Sedangkan laki-laki sebesar (57,7%) menyatakan tidak mendapat bantuan sosial.

Rapor merah kedua atas penanganan Covid-19 di Kabupaten Jember adalah persepsi terhadap kondisi ekonomi masyarakat menjadi lebih/ jauh lebih buruk. Sebesar 66,2% publik menyatakan kondisi ekonomi mereka dalam keadaan lebih buruk saat adanya wabah Covid-19.

Rapor merah ketiga atas penanganan Covid-19 di Kabupaten jember adalah persepsi kepuasan terhadap kinerja bupati yang hanya mendapat poin 49,5% menyatakan puas dan sebesar 40% menyatakan tidak puas. Sedangkan sisanya tidak menjawab. Ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah kabupaten Jember dalam menangani Covid-19 terbagi dalam beberapa kategori, yang seluruhnya hanya berada pada tingkat kepuasan dibawah 50%, antara lain : melakukan tes (49,8%), melakukan pelacakan (tracing) 45%, menyediakan rumah sakit dan fasilitas kesehatan (49%), menyediakan APD untuk tenaga kesehatan (43,8%), menyediakan ventilator (38%), menjamin kesejahteraan dokter  dan tenaga medis (39,2%), menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok dengan harga yang stabil (48,7%), menyediakan bantuan sosial (46,7%), dan batuan kepada pekerja yang di PHK (30,2%).

Rapor merah keempat adalah rendahnya persepsi masyarakat yang menilai kemajuan pemerintah dalam  menangani Covid-19. Hanya sebesar 46,7% masyarakat yang menyatakan ada kemajuan yang dilakukan pemerintah dalam menangani virus ini. Sebesar 26% menyatakan tidak ada kemajuan dan sisanya tidak menjawab. Idealnya, pada pemerintah yang dianggap berhasil oleh publik harus mendapat poin kemajuan di atas 75%.

Rapor merah kelima atas penanganan Covid-19 di Kabupaten Jember adalah tingginya persepsi terhadap kekhawatiran masyarakat terhadap dampak wabah ini. Sebesar 74,5% publik menyatakan takut tidak mendapat pekerjaan. 79,7% publik khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebesar 75,5% khawatir mereka akan kelaparan, dan sebesar 80,5% khawatir jatuh sakit.

SI Denny JA merumuskan 5 (lima) rekomendasi, yaitu pertama, meski pandemi masih mewabah, kehidupan ekonomi harus tetap berjalan. Pemerintah daerah diharapkan tetap mampu mengontrol praktik kehidupan normal baru dengan menerapkan protokol kesehatan di setiap aktivitas ekonomi warga Jember.

Kedua, bantuan sosial diharapkan dapat diberikan kepada lebih banyak masyarakat Jember. Mengingat alokasi anggaran yang cukup besar dalam menangani Covid-19 di Jember, sudah seharusnya pemerintah lebih banyak, massif dan tepat sasaran memberikan bantuan sosial.

Ketiga, Bupati harus hati-hati dalam memberikan bantuan sosial. Mengingat waktu pilkada yang akan digelar sebentar lagi dan Bupati petahana akan maju kembali dalam kontestasi, sebisa mungkin menghindari abuse of power dalam memberikan bantuan menggunakan dana APBD karena akan menimbulkan masalah hukum dikemudian hari.

Keempat, perlu adanya kerja kolaborasi. Semua pihak harus dilibatkan dalam melakukan edukasi dan pengawasan protokol kesehatan. Pemerintah Daerah, pimpinan dunia usaha tokoh agama, dan tokoh masyarakat bahu membahu melakukan edukasi dan pengawasan praktek protocol kesehatan untuk menghindari bertambahnya jumlah kasus bartu Covid-19.

Kelima, atas apa yang terjadi konflik antara Bupati dan DPRD Jember, diharapkan tidak mengorbankan masyarakat sehingga terpuruk lebih jauh lagi dalam krisis ditengah Pandemi Covid-19. Harus ada langkah-langkah bantuan yang cepat dari pemerintah Propinsi maupun pusat untuk menyelesaikan konflik ini.

BERITA TERKINI