<

PPSAK Anggap KPK Lemah, Kasus Besar Cenderung Diabaikan?

JAKARTA, IndonesiaPos – Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (PPSAK) Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah memprediksi kelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang cenderung mengabaikan kasus-kasus kakap.

Menurutnya, sejak kewenangan KPK diamputasi dengan memposisikan di bawah pemerintah KPK tidak lagi menjadi independen.

“Jadi sebenarnya tidak mengherankan buat saya. Sejak kewenangannya diamputasi, kedudukannya ditempatkan di bawah pemerintah, pegawainya tidak lagi independen, orang-orang baik disingkirkan lewat TWK, hingga posisi komisioner yang track recordnya bermasalah adalah sederet fakta yang makin menguatkan asumsi kalau KPK sekarang lemah dan rawan konflik kepentingan. Jadi wajar kalau cuma menyasar kasus-kasus kecil,” ujarnya, Sabtu (8/4/2023).

Dia mengungkapkan, kelemahan yang dialami oleh KPK, juga karena komitmen penegakan hukum yang masih rendah dari penyelenggara negara. Hal itu juga tercermin dari saling lempar antara DPR dan pemerintah terkait RUU Perampasan Aset.

“Semakin membuat status RUU ini mengambang. Sebab DPR dan pemerintah tidak punya kendali menentukan pengesahan RUU. Kendalinya berada di tangan oligarki partai politik,”tegasnya.

Dijelaskan, terhambatnya RUU ini berkelindan antara para koruptor, temannya koruptor, dan yang akan jadi koruptor dikemudian hari. Dia pun menilai sikap saling lempar dan membiarkan RUU tersebut dalam ketidakpastian merupakan strategi buying time agar RUU ini tidak disahkan. Sehingga satu-satunya tindakan yang bisa mendorong pengesahan RUU ini adalah tekanan publik yang kuat.

BACA JUGA :

“Soliditas masyarakat sipil terutama pegiat anti korupsi sedang kita bangun. Kampanye juga sedang kita lakukan. Intinya, ruang publik harus didominasi oleh diskursus percepatan pengesahan RUU perampasan aset. Jika perlu, kita bisa kampanyekan jangan pilih politisi dari parpol yang tidak pro pengesahan RUU ini. Itu bisa jadi posisi tawar yang cukup bagi publik,”cetusnya.

Selain itu dia menekankan kalau memang Presiden Joko Widodo serius dengan pidatonya menyoal urgensi RUU perampasan aset seharusnya DPR diberi tenggat waktu. Kalau dalam jangka waktu satu bulan RUU ini tidak serius dibahas, Perppu akan dikeluarkan.

“Ini yang harus didorong oleh publik juga. Saya khawatir pidato kemarin itu masih sebatas gimmick. Masih perlu diuji keseriusannya,”tukasnya.

Sebelumnya  Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyayangkan pihak Firli Bahuri masih berkutat pada kasus korupsi yang bersifat suap dan gratifikasi.

Tumpak berharap KPK seharusnya bisa menangkap ikan yang lebih besar dalam kasus korupsi yang juga besar.

“Secara umum sebetulnya kita masih on the track-lah. KPK sampai saat ini masih on the track di dalam pemberantasan korupsi, baik bidang pencegahan maupun penindakan. Hanya sayangnya kita belum berhasil mengungkap kasus-kasus yang besar, kasus-kasus yang kita beri nama dulu The Big Fish itu jarang terjadi dilakukan oleh KPK,” kata Tumpak di kanal YouTube KPK Minggu (26/3/2023).

KPK sambung dia, harus berani mengungkapkan kasus-kasus yang besar yang menarik perhatian masyarakat dan bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat “Untuk ini ya saya enggak tahu ya mungkin apakah SDM kita yang kurang kualitasnya ya saya juga nggak tahu ya,”imbuhnya

 

 

BERITA TERKINI