BLITAR, IndonesiaPos
Ratusan pekerja outsourcing Pemkot Blitar yang dirumahkan sejak 31 Desember 2020, karena diduga beda pilihan dan dukungan politik pada saat Pilwali Kota Blitar 9 Desember 2020 lalu.
Mereka yang bekerja dengan sistem kontrak ini, direkrut pada saat kepemimpinan Walikota Blitar Samanhudi Anwar. Namun, ketika anaknya Henry Pradipta Anwar maju sebagai calon walikota, melawan pasangan petahana Santoso – Tjutjuk Sunario. Para pekerja outsourcing ini dianggap mendukung Henry, sehingga mereka dirumahkan dan diganti dengan pekerja baru.
Kini muncul desakan untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Blitar, untuk mengungkap adanya pelanggaran, dalam proses tender, kontrak dan perekrutan pekerjanya.
Desakan ini muncul dari aktivis anti korupsi Kota Blitar yang tergabung dalam Komite Rakyat Pemberantasan Korupsi (KRPK), melalui Ketua M Triyanto jika memang dampak dari kebijakan, dirumahkannya ratusan pekerja outsourcing tersebut sangat besar.
“Maka perlu dibentuk Pansus Outsourcing, oleh DPRD Kota Blitar untuk mengusutnya,”ujar Triyanto, Rabu(6/1/2021).
Menurut Triyanto dampak dari kebijakan seorang kepala daerah yang besar terhadap masyarakat layak diusut melalui sebuah pansus. “Apalagi informasinya jumlah pekerja yang dirumahkan mencapai ratusan, berarti mereka menjadi pengangguran. Lalu bagaimana dengan nasib mereka selanjutnya ?,” tandasnya.
Pansus Outsourcing tersebut, bisa mengungkap pelanggaran aturan, mulai dari proses tender, kontrak dan perekrutan pekerjanya. “Karena pekerja outsourcing, terkait juga dengan proses dan anggaran yang cukup besar,” ungkap Triyanto.
Memang dari informasi yang dihimpun dari beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) jajaran Pemkot Blitar, anggaran untuk pekerja outsourcing mencapai puluhan miliar. Seperti pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk tenaga kebersihan dan cleaning service, setahun anggarannya mencapai Rp 10 miliar. Kemudian sopir di Bagian Umum Rp 2 miliar, serta Bantuan Pol PP di Sat Pol PP yang jumlah pekerjanya sebanyak 270 orang. Untuk gaji bulanan saja per orang Rp 1.950.000 x 270 orang x 12 bulan, maka total anggarannya mencapai Rp 6,3 miliar belum kebutuhan lainnya.
Terpisah Ketua DPRD Kota Blitar, Syahrul Alim mengemukakan, terkait desakan untuk membentuk Pansus Outsourcing, pihaknya masih menunggu hasil koordinasi antara komisi dengan OPD terkait. “Saya masih menunggu hasilnya seperti apa, baru dibicarakan pimpinan untuk memutuskan langkah selanjutnya,”jelas Syahrul.
Syahrul mengakui, jika dampak dari dirumahkannya ratusan pekerja outsourcing tersebut, memang berpengaruh terhadap OPD yang selama ini terbantu dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. “Baik pelayanan masyarakat, juga kebersihan, keamanan dan sopir di Sekwan. Jadi sekarang pimpinan dewan, kemana-mana juga harus nyetir sendiri,” ungkap Syahrul.
Dia menambahkan, dalam waktu dekat ini akan secepatnya koordinasi dan pembahasan mengenai outsourcing ini harus segera tuntas agar tidak berlarut-larut. “Minggu ini koordinasi komisi dan OPD selesai, minggu depan sudah bisa disimpulkan langkah yang harus diambil,” pungkasnya.(Lina)