<

Hendardi Apresiasi Densus 88 Polri Tangkap Teroris Yang Berlindung Dibalik MUI

JAKARTA, IndonesiaPos

Penangkapan anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ahmad Zain An Najah oleh Densus 88 Mabes Polri atas dugaan tindak pidana terorisme menggambarkan dan mengonfirmasi bahwa intoleransi, radikalisme, dan terorisme telah menyusup secara sistemis ke berbagai institusi sosial, keagamaan, bahkan institusi pemerintahan dan BUMN.

MUI yang seharusnya menjadi jangkar moderatisme Islam kembali lalai seperti di masa sebelumnya dengan membiarkan orang seperti An Najah menjadi bagian dari struktur MUI, bahkan pada Komisi Fatwa, suatu komisi yang selama ini memproduksi fatwa-fatwa keagamaan.

Hal Itu disampaikan Hendardi, Ketua Setara Institute, dalam keterangan resmi, Kamis (18/11). “Sebelumnya, melalui sejumlah aktor dalam MUI, organisasi keagamaan ini telah menjadi booster yang efektif bagi menguatnya intoleransi di Indonesia. Fatwa-fatwa atas berbagai aliran dan pandangan keagamaan serta peristiwa tertentu yang dengan simplistis dianggap sebagai penodaan agama telah melegitimasi praktik intoleransi, diskriminasi, dan persekusi terhadap warga negara dan kelompok-kelompok keagamaan tertentu,” tutur Hendardi.

Sekali pun dalam perspektif MUI fatwa-fatwa tersebut bagian dari tugas dakwah, tetapi MUI tidak pernah menghitung secara seksama risiko dan dampak yang ditimbulkan dari fatwa terhadap kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.

Penangkapan An Najah harus menjadi momentum koreksi serius bagi MUI untuk melakukan upaya-upaya ekstra memastikan kelembagaan MUI tidak menjadi instrumen promosi intoleransi. Bukan hanya di tingkat pusat, MUI di berbagai tingkatan juga mesti berbenah.

Hendardi mengapresiasi Densus 88 Mabes Polri yang bertindak melakukan pemberantasan terorisme, sekali pun mereka berlindung di balik organisasi keagamaan.

Narasi Islamphobia yang dihembuskan di balik setiap upaya negara memberantas terorisme merupakan bagian dari counter attack yang sengaja dihembuskan untuk memperlemah kinerja pemberatasan terorisme.

Sepanjang bukti permulaan telah cukup, lanjut Hendardi, tindakan penegakan hukum atas tindakan terorisme sahih untuk dilakukan. Prinsip due process of law harus terus menjadi pedoman Densus 88, sehingga upaya pemberantasan terorisme tidak dianggap sebagai tindakan politik negara melemahkan kelompok-kelompok tertentu.

Pihaknya terus mengingatkan bahwa terorisme merupakan puncak dari intoleransi. Karena itu terhadap segala bibit intoleransi, negara dan elemen masyarakat harus terus melakukan intervensi dengan berbagai resep yang proporsional.

Yang dilakukan negara melalui Kementerian Agama dengan mempromosikan moderasi beragama menjadi bagian dari upaya mengatasi problem hulu dari terorisme.

Elemen masyarakat sipil juga melakukan hal yang sama yaitu mempromosikan kehidupan yang lebih toleran.

BERITA TERKINI

IndonesiaPos